EmitenNews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen terus menegakkan integritas sistem keuangan. Itu penting untuk menyehatkan industri perbankan khususnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR) sesuai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, OJK terus melakukan upaya penguatan dan konsolidasi BPR. Jumlah BPR sepanjang 2023 menurun 33 unit. Mayoritas tersebab penggabungan atau peleburan dengan BPR lain, atau satu grup kepemilikan dalam penguatan permodalan.

Walaupun secara kuantitas BPR berkurang, namun jumlah keseluruhan kantor tidak jauh berbeda. Mengingat dalam penggabungan atau peleburan, kantor cabang masing-masing secara umum menjadi kantor cabang dari BPR melakukan peleburan atau penggabungan.

Sementara itu, jumlah BPR memiliki modal inti di atas Rp6 miliar mengalami peningkatan dari sebelumnya 1.076 BPR kini menjadi 1.190 BPR. Di tengah tantangan perekonomian berat terhadap industri jasa keuangan, industri BPR masih tumbuh sepanjang 2023.

Pertumbuhan itu, tercermin dari peningkatan total aset 7,52 persen, penyaluran kredit 9,57 persen, dan penghimpunan dana 8,63 persen. UU P2SK memberi penguatan BPR yang tidak dimiliki BPR sebelumnya.

Konsekuensinya, OJK perlu melakukan penyesuaian regulasi, dan sistem pengawasan terhadap BPR dengan baik. “Penyesuaian tidak mudah dan OJK pada posisi mendukung menjadikan BPR sebagai bank andalan masyarakat, terpercaya, efisien, dan meningkatkan kontribusi bagi perekonomian,” beber Dian.

Untuk itu, dalam waktu dekat OJK akan meluncurkan “Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR”, sebagai rangkaian dari beberapa peraturan yang telah diterbitkan pada 2023 dan akan berlanjut dengan penerbitan peraturan baru lainnya di 2024 ini.

OJK optimis BPR dapat menghadapi tantangan yang berkembang di 2024 seperti melalui tahun politik dan normalisasi kebijakan restrukturisasi pasca Covid-19. OJK juga memastikan seluruh BPR dalam kondisi sehat dan memenuhi rasio permodalan serta indikator-indikator kinerja individual BPR lainnya.

Untuk BPR bermasalah, OJK mendorong perbaikan tingkat kesehatan melalui berbagai tindakan pengawasan sesuai ketentuan. Namun, bagi BPR memiliki masalah integritas seperti fraud atau pelanggaran tata kelola, OJK akan menyelesaikan dengan menutup BPR bila terus memburuk dan menyerahkannya kepada LPS.

Selain itu OJK juga melakukan pemidanaan terhadap oknum-oknum yang terlibat fraud dan pelanggaran mendasar lainnya dengan menyerahkan kepada aparat penegak hukum. Langkah itu, untuk menegakkan integritas perbankan dengan cara membersihkan parasit dari sistem perbankan.

"Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terjaga, dan tidak mengganggu reputasi BPR lain selama ini berkinerja baik, dan telah berkontribusi pada perekonomian, terutama dalam menggerakkan UMKM di daerah,” kata Dian.

OJK mengharapkan, ke depan BPR yang beroperasi adalah BPR yang sehat, kuat dan mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik serta tetap mengedepankan aspek perlindungan nasabah.

UU P2SK yang terbit Januari 2023 hanya memberikan batas waktu satu tahun kepada OJK untuk menyelesaikan penyehatan bank termasuk BPR. Apabila melampaui batas waktu tersebut, maka BPR yang tidak sehat harus diserahkan kepada LPS sesuai mandat UU P2SK.

Masyarakat tidak perlu khawatir dengan dananya karena dijamin oleh LPS, dan penyelesaian pembayaran oleh LPS selama ini telah berjalan cepat dan efektif. OJK berharap dengan upaya penyerahan sisa-sisa BPR memiliki masalah mendasar kepada LPS untuk dilakukan resolusi pada tahun ini.

Industri BPR akan memasuki era baru BPR lebih sehat, berdaya saing, dan berkontribusi optimal bagi perekonomian nasional melalui ekspansi kredit BPR kepada sektor UMKM. (*)