EmitenNews.com -Pemerintah berniat mengembalikan BUMN konstruksi ke pijakan yang kokoh, setelah belanja besar-besaran selama satu dekade yang membebani mereka dengan utang yang kini sulit dilunasi.

 

Gencarnya pembangunan infrastruktur di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, membebani empat BUMN konstruksi terbesar di Indonesia dengan utang sekitar 130 triliun rupiah. PT Waskita Karya (WSKT) dan PT Wijaya Karya (WIKA) telah meminta para kreditur untuk menunda pembayaran. BUMN terbesar Waskita, mengatakan awal bulan ini bahwa mereka tidak sanggup membayar obligasi yang jatuh tempo.

 

"Dengan kompleksitas masalahnya, kami memperkirakan bahwa ini akan memakan waktu setidaknya tiga tahun untuk menyelesaikannya," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Jumat (11/8).

 

Saat ini, total lebih dari Rp70 triliun utang BUMN konstruksi harus direstrukturisasi. Sebagai permulaan, Pemerintah akan menambah modal untuk perusahaan konstruksi PT Hutama Karya, dan kemudian memintanya untuk membeli proyek-proyek Waskita. Menurut Erick, dari pelepasan proyek-proyek tersebut Waskita dapat melakukan pembayaran yang tertunda kepada para kontraktor. Namun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

 

Secara lebih luas, karena perusahaan-perusahaan tersebut mengambil utang jangka pendek untuk proyek-proyek jangka panjang, pemerintah akan mendorong BUMN konstruksi untuk menggunakan pembiayaan berbasis proyek, ujar Erick.

 

"Setiap BUMN infrastruktur nantinya akan mengerjakan proyek-proyek berdasarkan keahlian mereka," kata Erick. "Mereka tidak bisa mengambil sembarang proyek dan kemudian menawar dengan harga yang lebih rendah dan lebih rendah lagi hanya demi mendapatkan kontrak."

 

Setelah itu, pemerintah akan mendorong penggabungan usaha di antara perusahaan-perusahaan BUMN . "Perlahan-lahan mereka bisa berubah menjadi perusahaan-perusahaan yang saling melengkapi atau kita bisa menggabungkan mereka," imbuh Erick.

 

Sedangkan BUMN yang lebih kecil seperti PT Nindya Karya dan PT Indah Karya, anak perusahaan PT Danareksa dan PT Perusahaan Pengelola Aset akan digabungkan.

 

Erick optimistis bahwa para kreditor akan menyetujui rencana tersebut, mengambil pelajaran dari kasus penyehatan maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia, yang memiliki utang lebih dari $9 miliar yang direstrukturisasi setelah pandemi.