"Penurunan ini kan di berbagai negara saham naik turun, biasa. Saham di negara lain minggu-minggu lalu turun cukup dalam, mungkin sekarang baru berimbas ke kita 1-2 hari," katanya.

Airlangga Hartarto menekankan pentingnya transparansi kebijakan agar pasar mendapatkan kejelasan dan kepercayaan terhadap regulasi pemerintah.

Bagi pengamat pasar modal, Eddy Herwanto, penurunan tajam ini menjadi alarm bagi pelaku pasar, ditarik oleh sentimen eksternal dan internal yang kian rumit. Ia menuding saham BUMN menjadi biang kerok utama kondisi pasar modal saat ini. 

“Penjualan masif saham BMRI, BBRI, dan BBNI usai defisit APBN Februari bikin IHSG remuk. Data BEI menunjukkan volume jual saham BUMN naik 40 persen sejak Februari 2025,” katanya ke EmitenNews.com, Selasa (18/3/2025). 

Ketiga saham ini –Bank Mandiri, BRI, dan BNI– yang masuk portofolio Danantara, anjlok rata-rata 15 persen sejak awal tahun. Menurut Eddy Harwanto, banyak pelaku pasar sudah memperingatkan risiko tersebut. Sayangnya, regulasi yang kaku membatasi BUMN buat buy back saham. “Harus lewat RUPS, nggak bisa cepet stabilin harga.”

Sementara itu, Rabu (19/3/2025),Otoritas jasa Keuangan (OJK) resmi memberlakukan ketentuan pembelian kembali saham atau buyback tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan, penetapan kondisi pasar yang fluktuatif signifikan berlaku selama enam bulan sejak tanggal dikeluarkan, yaitu 18 Maret 2025.

"Kami umumkan kebijakan bahwa perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali (buyback) tanpa RUPS sesuai POJK 13/2023," ungkap Inarno Djajadi, di Main Hall BEI, Jakarta.

Satu hal, pelaksanaan buyback tanpa RUPS itu, harus memenuhi ketentuan POJK 9/2023. Inarno mengatakan, opsi kebijakan ini salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan di sektor pasar modal dan dapat meningkatkan fleksibilitas harga saham.

"Dengan kebijakan relaksasi buyback tanpa RUPS, kami berharap dapat memberi sinyal positif bahwa perusahaan memiliki fundamental yang baik dan memberikan market confidence kepada investor," kata dia.

Apapun, dengan keprihatinan mendalam Eddy Herwanto mewanti-wanti soal ancaman Capital Outflow. Kalau Presiden Prabowo Subianto, dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati tidak berhasil memberikan sinyal positif terhadap pasar, alamat bahaya, aliran modal keluar (dari dalam negeri ke luar negeri) bakal makin deras. 

“Hedge fund siap tarik dana dari bursa dan surat utang pemerintah,” tegasnya. 

Sampai di sini, Eddy Herwanto menyoroti top eksekutif Danantara yang memiliki benturan kepentingan, dan menjadi sinyal buruk. “Pasar nggak terima kehadiran mereka. Prabowo harus ganti mereka, biar ada trust. Kalau tidak, outflow bisa mencapai Rp50 triliun di kuartal II tahun 2025.” (Be eN). ***