“Terkait dengan IPO atau Go Public BPR. Ke depan sudah di izinkan, tentu ada syaratnya, prinsipnya sudah dulu BPR tak bisa KUR. Kini bisa, dan ada rekomen dari OJK,” ujar Fery Irawan.

 

Pada awal berdirinya, BPR/ BPRS merupakan perbankan yang tingkat jangkauannya antara desa hingga kecamatan, akhirnya, seiring terbitnya peraturan baru melalui UU P2SK, BPR/ BPRS bertransformasi bisa bergerak hingga tingkat provinsi.

 

BPR sudah terdapat di 15 Provinsi di seluruh Indonesia, baik itu mandiri ataupun hasil merger, dan boleh memiliki kantor cabang, yang sebelumnya BPR tidak boleh memiliki kantor cabang.

 

Hingga Desember 2022, total aset industri BPR/ BPRS tumbuh 9,14 persen year on year (yoy) menjadi Rp 202,46 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp185,50 triliun pada Desember 2021.

 

Sementara itu, penyaluran dana kredit BPR/BPRS tumbuh 11,81 persen (yoy) per Desember 2022, melebihi tingkat pertumbuhan kredit sebelum pandemi COVID-19 yang sebesar 10,85 persen (yoy).

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan BPR/BPRS memiliki modal inti minimum Rp 6 miliar di akhir 2024.

 

Beberapa BPR yang memiliki aset cukup besar diantaranya adalah BPR Eka Bumi Artha asal Kota Bumi, Lampung dengan total aset sebesar Rp 9,22 triliun. Dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp 4,54 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 7,91 triliun.

 

BPR Lestari Bali asal Bali dengan total aset sebesar Rp 6,7 triliun. BPR ini telah realisasi pembiayaan sebesar Rp 5,41 triliun dan himpunan DPK senilai Rp 4,10 triliun.