EmitenNews.com - Bahaya ini. Indonesia kebanjiran produk impor yang tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk impor itu terindikasi dengan mudahnya masuk ke Indonesia secara legal, tetapi tanpa SNI. Kalau tidak segera diatasi, tentu saja bahaya. Karena, berpotensi menimbulkan kerugian negara dari hilangnya pengenaan bea masuk terhadap barang impor. 

"Di Badan Standardisasi ada pusat, namanya Pusat Pengawasan Standar Industri, beberapa kali menemukan terutama produk impor yang katanya masuk secara legal tapi tidak ber-SNI padahal itu sudah dilakukan secara wajib. Itu mengindikasikan antara legal dan tidak legal," kata Kepala Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi dalam sosialisasi Pemberlakuan Standarisasi Industri Secara Wajib tahun 2024 di JW Marriott Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2024).

Andi Rizaldi prihatin. Karena kondisi ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dari hilangnya pengenaan bea masuk terhadap barang impor. Terlebih, barang-barang tersebut juga tidak melalui proses pengurusan SNI.

"Bisa jadi kalau dia menggunakan kode HS yang sebenarnya, negara mendapatkan bea masuk 10%. Tapi karena ada pengalihan HS, tidak menjadi harus wajib ngurus SNI, plus hanya membayar misalnya bea masuk 5% atau bahkan 0%, itu mengindikasikan ada kerugian negara," bebernya.

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 45 tahun 2022 ada ketentuan yang mewajibkan produsen luar negeri memiliki perwakilan resmi di Indonesia. Jadi barang-barang yang diimpor harus masuk dulu ke gudang perwakilan resmi sehingga lebih mudah dimonitor.

Indonesia menjadi negara di kawasan Asia Tenggara yang paling sedikit menggunakan standar nasional terhadap produk. Tercatat hanya ada 130 SNI yang diwajibkan. Dari 5.000 produk manufaktur yang punya SNI, hanya 4-3% yang wajib SNI.

"Jadi dari 5.000 itu mungkin hanya sekitar, kalau 500 kan 10%, ini hanya 4-3%, yaitu hanya 130 SNI yang diwajibkan. Negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, apalagi China, itu jumlah SNI yang sudah diwajibkan, bukan SNI kalo di sana, standar yang sudah diwajibkan itu lebih banyak lagi," tegas Andi Rizaldi.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah meluncurkan 16 Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Pemberlakuan Standardisasi Industri secara Wajib. Ke-16 Permenperin ini mengatur proses penilaian kesesuaian, yang mencakup audit dan pengujian yang sesuai dan benar.

Untuk mendukung implementasi 16 peraturan tersebut, Kemenperin telah menunjuk Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), yang terdiri atas 20 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 28 Laboratorium Penguji. Semua siap melakukan sertifikasi dan pengujian produk.

Sebanyak 16 Permenperin baru itu untuk mengatur berbagai produk industri, antara lain produk kawat baja pratekan, kalsium karbida, katup, kompor, selang kompor gas LPG, ubin keramik, sprayer gendong, sepatu pengaman, sodium tripolifosfat, aluminium sulfat, seng oksida, dan semen.

Sejauh ini, sudah diharmonisasi sebanyak 44 rancangan Permenperin, dengan rincian 16 Permenperin telah diterbitkan dan 28 rancangan Permenperin dalam proses penerbitan. 

Sementara itu, 24 rancangan Permenperin lainnya masih dalam proses pembahasan dengan stakeholder, yang mana seluruhnya mengacu kepada pengaturan di dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 45 tahun 2022.

Produk impor tanpa izin kegiatan perdagangan dan juga sertifikat SNI tersebut di antaranya sepeda, makanan ringan, gula, tepung, mainan anak, mesin pendingin atau kulkas, dan lain sebagainya. Sebagian besar dari China. ***