EmitenNews.com - PT J Resources Asia Pasifik Tbk. (PSAB) resmi mengantongi restu pemegang saham untuk menjual seluruh kepemilikan saham anak usahanya, PT Arafura Surya Alam (ASA). 

Persetujuan itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar di Jakarta pada Rabu, (5/11).

Dalam keterangan Edi Permadi, Direktur Utama PSAB pada Jumat (7/11), mengemukakan bahwa agenda tunggal dalam rapat adalah penjualan seluruh 2.331.139 lembar saham milik PT J Resources Nusantara, entitas anak perusahaan PSAB itu kepada PT Danusa Tambang Nusantara yang merupakan milik PT United Tractors Tbk. (UNTR) atau konglomerasi grup Astra itu.

PSAB menyampaikan bahwa penjualan saham baru akan direalisasikan setelah mendapat persetujuan perubahan pemegang saham dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Manajemen perseroan memastikan seluruh proses transaksi berlangsung transparan dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Adapun, transaksi ini dinilai sebagai upaya penataan portofolio aset dan optimalisasi nilai perusahaan.

Sebelumnya, United Tractors melalui DTN telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat dengan JRN untuk mengakuisisi 99,99% saham ASA.
Anak usaha UNTR lainnya, yaitu PT Energia Prima Nusantara (EPN), turut meneken perjanjian dengan pemegang saham individu Jimmy Budiarto untuk membeli 0,00004% saham ASA serta 0,2% saham PT Mulia Bumi Persada (MBP).

Seluruh perjanjian jual beli telah dilakukan pada 12 September 2025, dengan nilai transaksi yang mencakup enterprise value mencapai US$540 juta. Nilai ini termasuk pembelian saham dan utang pemegang saham JRN di ASA.

Penyelesaian transaksi ditargetkan rampung paling lambat pada 23 Desember 2025, setelah seluruh syarat pendahuluan terpenuhi.

ASA merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi (IUP-OP) atas Tambang Doup yang terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, dengan luas area mencapai sekitar 4.000 hektare.

Tambang emas Doup saat ini masih dalam tahap konstruksi dan diperkirakan menelan biaya investasi sekitar US$400 juta. Proyek tersebut ditargetkan beroperasi komersial pada akhir 2025 dan rampung penuh pada tahun depan.