EmitenNews.com - Mencegah terulangnya kembali kisruh distribusi LPG 3 kilogram, pemerintah diminta membuat kebijakan yang tidak mempersulit warga. Misalnya, dengan membuat pangkalan gas melon itu di setiap RT yang minimal bisa melayani 100 rumah tangga dengan jaminan LPG sesuai harga eceran tertinggi.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengusulkan di setiap wilayah rukun tetangga (RT) terdapat satu pangkalan yang menjual LPG 3 kg. Pangkalan di RT ini dirancang bisa melayani maksimal 100 rumah atau 100 kepala keluarga agar masyarakat bisa membeli LPG bersubsidi sesuai HET.

"Persyaratan menjadi pangkalan harus dibuat semudah mungkin. Misalnya, cukup dengan memiliki KTP, tempat jualan yang menetap bukan bergerak, surat keterangan domisili dari kelurahan atau desa, rekening bank, tabung gas sesuai alokasi, alat timbangan dan gas detector," kata Sofyano Zakaria, di Jakarta, Sabtu (8/2/2025).

Penambahan jumlah pangkalan LPG 3 kg mutlak diperlukan agar masyarakat yang berhak, hanya bisa dan boleh membeli LPG bersubsidi pada pangkalan resmi yang terdata di badan usaha yang ditugaskan pemerintah, yakni Pertamina.

"Mata rantai distribusi atau penyaluran LPG 3 kg subsidi hanya lewat agen dan pangkalan yang terdaftar resmi di Pertamina adalah mutlak dan harus dipertahankan karena terbukti bisa diawasi oleh pemerintah dan pihak Badan Pemeriksa Keuangan RI," ujarnya.

Pemerintah harus mengingatkan aparat serius menegakkan aturan yang tertuang dalam Perpres 104 Tahun 2007 bahwa pengguna yang berhak atas LPG 3 kg adalah rumah tangga dan usaha mikro. Maka, ketika ada pihak yang bukan rumah tangga atau badan usaha mikro yang terbukti bisa membeli dan atau memperdagangkan LPG 3 kg, harus diambil tindakan tegas.

Terkait soal HET pangkalan LPG 3 kg yang ditetapkan pemda, Sofyano meminta hal ini sudah saatnya dilakukan oleh Menteri ESDM sebagai lembaga tertinggi yang berhak memberikan persetujuan final terhadap besaran kenaikan HET di pangkalan tersebut.

"Jadi kewenangan memutuskan naik atau tidaknya HET LPG 3 kg di pangkalan harus tetap ada di tangan Menteri ESDM bukan pemda," katanya.

Pemerintah juga diminta mengoreksi besaran harga tebus LPG 3 kg dari agen ke Pertamina sebesar Rp11.588 per tabung yang tak pernah dikoreksi sejak diluncurkannya program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg.

"Koreksi harga tebus itu tidak harus dengan menaikkan besaran HET nasional karena kenyataannya HET pangkalan yang ditetapkan pemda sudah naik jauh dari HET nasional rata rata sekitar 35 persenan," kata Sofyano Zakaria. 

Sementara itu Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan diberi wewenang baru untuk mengawasi distribusi LPG 3 kg.

“Kami juga kalau bisa mengintegrasikan seluruh pengawasan itu dilakukan oleh BPH Migas. Jadi, mungkin maksud dari Pak Menteri (Bahlil Lahadalia) seperti itu,” kata Yuliot Tanjung kepada pers, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Berdasarkan regulasi yang ada, penugasan untuk pengawasan di bawah BPH Migas terbatas pada minyak. Saat ini yang diawasi oleh BPH Migas adalah BBM premium, BBM solar, minyak tanah bersubsidi, serta minyak tanah bersubsidi dengan kartu kendali.

Kementerian ESDM ingin mengintegrasikan seluruh pengawasan tersebut agar dilakukan oleh BPH Migas. Dengan demikian, tugas yang ada di lingkungan Kementerian ESDM dan pengawasan bisa dilakukan sekaligus.

Terlebih, badan usaha yang diawasi, baik yang mendistribusikan minyak bersubsidi maupun gas bersubsidi, pada umumnya sama.

“Jadi, kami akan mengefektifkan,” ucap Yuliot Tanjung.

Seperti diketahui antrean masyarakat untuk membeli LPG 3 kg mengular setelah pemerintah menetapkan pembelian gas melon itu hanya boleh di pangkalan, mulai 1 Februari 2025. Karena sempat terjadi kisruh akibat panjangnya antrean, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penjualan dikembalikan ke pengecer di tingkat warung. ***