Sembilan Karyawan Gugat Uang Pensiun dan Pesangon Kena Pajak Ke MK

Ilustrasi para karyawan melintas di Zebra Cross. Dok. Rakyat Merdeka.
EmitenNews.com - Sembilan karyawan swasta menyoal masalah potongan pajak uang pensiun, dan pesangon. Mereka menggugat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ke Mahkamah Konstitusi. Sembilan orang itu meminta agar MK membatalkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang PPh yang telah direvisi lewat UU HPP yang mengambil pajak dari uang pensiun dan pesangon.
Dalam permohonan yang diregistrasi pada Jumat (10/10/2025) itu, penggugat meminta MK: Menyatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945, yaitu Pasal 28D ayat (1) tentang kepastian hukum yang adil, Pasal 28H ayat (1) tentang hak hidup sejahtera, serta Pasal 34 ayat (2) tentang jaminan sosial, sepanjang dimaknai bahwa uang pesangon, uang pensiun, THT, dan JHT adalah tambahan kemampuan ekonomis.
Para pemohon dengan nomor perkara 186/PUU-XXIII/2025 ini juga meminta MK menyatakan ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap pesangon, uang pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan Jaminan Hari Tua (JHT). "Memerintahkan Pemerintah tidak mengenakan pajak atas pensiun/pesangon/THT/JHT bagi seluruh rakyat Indonesia, baik pegawai pemerintah maupun pegawai swasta," urai para pemohon dalam gugatannya.
Di luar itu, mereka juga meminta agar MK memerintahkan pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah dan DPR, menyesuaikan sistem perpajakan dengan konstitusi yang menjanjikan kesejahteraan hidup, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.
Dari informasi yang ada sampai Minggu (12/10/2025), diketahui ini merupakan permohonan kedua terkait pajak untuk pensiun dan pesangon yang diadili MK dalam waktu dekat.
Gugatan juga dilayangkan ke MK oleh Rosul Siregar dan Maksum Harahap
Sebelumnya, karyawan swasta Rosul Siregar dan Maksum Harahap mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Fokus mereka pada Pasal 4 ayat 1 UU PPh yang memasukkan pesangon dan pensiun sebagai objek pajak serta Pasal 17 UU PPh yang menerapkan tarif progresif untuk pesangon dan pensiun.
Dalam dalil pemohon yang dibacakan kuasa hukum pemohon, Ali Mukmin, disebutkan bahwa pesangon dan pensiun adalah penghasilan yang dikumpulkan bertahun-tahun. Karena itu, tak selayaknya disamakan dengan objek pajak, terlebih diberlakukan progresif. "Pajak pesangon, pajak pensiun, itu sudah puluhan tahun dikumpulkan oleh para pekerja, tiba-tiba kok disamakan dengan pajak penghasilan progresif,” ujar kuasa hukum para pemohon, Ali Mukmin, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 170/PUU-XXIII/2025, Senin (6/10/2025).
Dalam gugatannya, Pemohon gugatan menilai pensiun dan pesangon tidak bisa disamakan dengan keuntungan usaha atau laba modal, tetapi merupakan bentuk tabungan terakhir dari jerih payah pekerja sepanjang hidup mereka.
Persepsi DPR dan pemerintah yang menganggap pesangon sebagai tambahan kemampuan ekonomis dirasa penggugat sangat menyakiti hati para pekerja secara luas. Padahal, karyawan atau pensiunan pajaknya telah dipotong selama puluhan tahun melalui gaji mereka.
Menurut para pemohon yang memasuki masa pensiun bulan ini, ketentuan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Karena itulah mereka meminta MK menyatakan Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 17 UU PPh juncto UU HPP bertentangan dengan UUD 1945. ***
Related News

Soal Pusat Potong Anggaran, Mensesneg Bilang Tetap Dinikmati Daerah

Layanan Konsultasi Psikolog, Silakan Akses JakCare dari Pemprov DKI

Pemerintah Kejar Para Penunggak Pajak, DJP Ungkap Jumlahnya Ribuan

Astra Agro Dorong Produktivitas Sawit Berkelanjutan

Kopi Liberika, Potensi Komoditas Kalimantan Lebih Cuan daripada Sawit

Pemerintah Perpanjang Masa Pendaftaran Pemagangan Fresh Graduate