EmitenNews.com—Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati memberikan catatan atas Pidato Presiden Joko Widodo tentang Penyampaian Pengantar/ Keterangan Pemerintah atas RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 beserta Nota Keuangannya pada Rapat Paripurna DPR RI. Menurut Anis, sejauh ini, kebijakan reformasi fiskal belum terlihat, kualitas belanja perlu diperbaiki, dan perlunya pemerintah menunda pengerjaan proyek yang tidak prioritas.

 

“Karena itu, perlu kerja keras untuk mencapai pendapatan negara pada tahun 2023 sebesar Rp2.443,6 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun," kata Anis kepada media, usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

 

Menurut Anggota Komisi XI DPR RI ini, kebijakan reformasi fiskal di sisi penerimaan belum sepenuhnya terlihat hasilnya. Sebab, penerimaan pajak tahun 2022 lebih banyak ditopang oleh tingginya harga komoditas di pasar Internasional. Begitu pula Undang-Undang Harmonisasi Penerimaan Perpajakan (UU HPP) yang diharapkan akan dapat melakukan optimalisasi pendapatan melalui, penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan, belum teruji hasilnya.

 

“Sehingga dikhawatirkan rasio perpajakan belum dapat meningkat signifikan dalam rangka untuk memperkuat ruang fiskal," jelas Anis. Begitu pula dari sisi belanja. Menurut Anis, Belanja Negara dalam RAPBN 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun yang meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.230,0 triliun, serta Transfer ke Daerah Rp811,7 triliun, perlu ada skala prioritas dalam pengalokasiannya.

 

Kebijakan spending better yang dijalankan belum sepenuhnya terlihat dalam belanja Kementerian/Lembaga (K/L) selama ini. “Bahkan belanja non-Prioritas Pemerintah jauh lebih besar dari belanja prioritas," tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

 

Adapun tema kebijakan fiskal yang diusung oleh Pemerintah pada tahun 2023 'Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Menurut Anis, perekonomian Indonesia memiliki tantangan yang tidak ringan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi pada tahun 2023. Karena itu, pemerintah harus fokus benahi inflasi dan kesejahteraan rakyat.

 

Indonesia masih memiliki sejumlah persoalan mendasar yang mesti diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, Pemerintah perlu membuat skala prioritas terhadap proyek pembangunan yang berskala besar. Selain itu, jelasnya, Indonesia juga masih memiliki masalah struktural yang seringkali menghambat jalannya pembangunan.

 

Di antaranya, lanjut Anis, kualitas sumber daya manusia yang rendah, infrastruktur yang belum memadai, kurangnya produktivitas dan daya saing. “Serta, birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien, serta belum bebas dari praktik moral hazard khususnya korupsi," jelas Dia.

 

Anis juga menyebut kualitas belanja Pemerintah belum terlalu signifikan perubahannya, bahkan produktivitas belanja  dalam menghasilkan multiplier effects yang kuat terhadap perekonomian, belum terlalu terasa. "Oleh sebab itu, Pemerintah perlu konsisten dalam menjalankan program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," ujar Anis.