Influencer Saham dan Tanggung Jawab Moral yang Hilang 

Di era media sosial, peran pemengaruh saham semakin dominan dan berbahaya. Banyak investor pemula masuk pasar bukan karena analisis, tapi karena ikut-ikutan idola. Sayangnya, praktik "pom-pom" saham atau mengajak pengikut membeli saham tertentu agar harganya naik lalu sang pemengaruh jualan, masih marak dengan modus makin halus. Mereka berlindung di balik tameng "Disclaimer On", seolah frasa itu menghapus dosa moral menyesatkan ribuan orang.

Regulator tak bisa lagi sekadar menghimbau. Harus ada aturan main tegas. Jika dokter gadungan bisa ditangkap karena membahayakan fisik pasien, mengapa "penasihat keuanga tak berlisensi yang menghancurkan masa depan finansial keluarga dibiarkan bebas? Edukasi bursa juga harus berevolusi, jangan hanya jargon "Yuk Nabung Saham". Edukasi harus masuk ke ranah esensial: cara membaca laporan keuangan, mendeteksi kecurangan manajemen, dan memahami hak minoritas. Literasi tanpa perlindungan hukum hanya akan melahirkan korban baru yang lebih pintar sedikit, tapi tetap tak berdaya melawan sistem curang.

Penegakan Hukum : Denda Receh untuk Kejahatan Kakap

Poin krusial selanjutnya adalah lemahnya penegakan hukum. Kita sering melihat kasus pelanggaran pasar modal, baik manipulasi laporan keuangan atau perdagangan semu, berakhir hanya dengan sanksi denda administratif. Masalahnya, nilai dendanya seringkali "receh" dibanding keuntungan ratusan miliar yang diraup pelaku. Bagi penjahat kerah putih, denda ini hanyalah biaya operasional biasa. Ini preseden buruk yang tak memberi efek jera.

Regulator harus berani menerapkan sanksi pidana dan sosial yang berat. Nama pelaku manipulasi harus diumumkan transparan. Perlindungan hak pemegang saham minoritas dalam aksi korporasi seperti tender offer atau go private juga harus ditingkatkan. Seringkali dalam akuisisi, suara ritel dianggap angin lalu dan dipaksa menerima harga tak wajar. Regulator harus hadir sebagai wasit adil yang berani meniup peluit pelanggaran, meski pelakunya konglomerasi besar atau BUMN. Independensi regulator adalah harga mati demi kredibilitas pasar modal Indonesia di mata dunia.

Kesimpulan : Membangun Pasar untuk Semua, Bukan Hanya Raja

Pasar modal Indonesia punya potensi luar biasa dengan bonus demografi dan pertumbuh kelas menengah. Kita semua ingin IHSG tak hanya tinggi secara angka, tapi berkualitas secara substansi. Kita mendambakan pasar di mana mahasiswa hingga pensiunan bisa menaruh uang dengan rasa aman, mengetahui mereka bermain di lapangan datar dan diawasi adil.

Surat terbuka ini bukan bentuk kebencian, melainkan cinta keras pada pasar modal Indonesia. Kami, investor ritel, mungkin dana perorangan kami kecil bagai butiran pasir. Tapi jika dikumpulkan, kami adalah pantai yang menahan ombak, kekuatan penopang likuiditas pasar. Kami adalah rakyat yang ingin ikut menikmati kue ekonomi bangsa. Maka, kepada Bapak dan Ibu Regulator, berhentilah melihat kami sekadar angka statistik pertumbuhan investor. Mulailah melihat kami sebagai mitra strategis yang harus dijaga.

Buatlah regulasi yang memihak kebenaran, bukan kekuatan modal. Hapus aturan pencipta ruang gelap manipulasi. Tindak tegas predator pasar tanpa pandang bulu. Jika ini dilakukan, target IHSG berapapun akan tercapai dengan pondasi kokoh, bukan gelembung rapuh. Jangan biarkan pasar modal kita hanya menjadi karpet merah bagi para raksasa berdansa, sementara kami para semut mati terinjak-injak di atasnya. Lindungi kami, karena masa depan kedaulatan investasi Indonesia sesungguhnya ada di tangan jutaan rakyatnya sendiri.