EmitenNews.com - PT Suparma Tbk (SPMA) optimistis tahun ini mampu meningkatkan penjualannya dengan nilai Rp3,1 triliun, meski di tengah isu kenaikan suku bunga bank dan krisis global. Selain memacu pada penjualan di dalam dan luar negeri, emiten berkode SPMA ini akan menjaga arus kasnya.


Dalam keterangan yang dikutip Sabtu (26/11/2022), Direktur PT Suparma Tbk (SPMA), Hendro Luhur,  mengatakan, kondisi ekonomi nasional yang tetap tumbuh membuat daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik. Sebab itu, dia yakin sampai akhir tahun ini pihaknya mampu merealisasikan target penjualan sebesar Rp3,1 triliun. Itu berarti naik 22 persen dari tahun 2021 sebesar Rp 2,79 triliun.


Hingga 30 September 2022, penjualan SPMA mencapai Rp2,35 triliun atau setara 76 persen dari target tahun ini. Jumlah tersebut naik 22,5 persen dari tahun lalu periode yang sama (yoy). Sementara laba komprehensif periode berjalan naik dari Rp187.187 miliar menjadi Rp246.497 miliar.


Kenaikan penjualan tersebut dipicu naiknya kuantitas produk kertas 3,6 persen dan harga jual rata-rata 18 persen. Hingga September 2022 kuantitas penjualan kertas mencapai 153.993 MT setara dengan 61,2 persen dari target tahun ini yakni 251.000 MT.


Hingga Oktober 2022 penjualanya sudah mencapai Rp2,6 triliun atau setara 84 persen dari target tahunan. Sedangkan kuantitas kertasnya mencapai 171.304 MT setara 68,4 persen dari target tahunan ini.


"Kami akan memaksimalkan sisa waktu dua bulan ini untuk meningkatkan penjualan," urai Hendro Luhur bersama Buyung Octaviano, saat public expose secara online, Jumat (25/11/2022).


Produksi kertas perseroan juga mengalami kenaikan. HIngga September 2022, produksi kertas mencapai 165.960 MT naik 8,9 persen dari tahun lalu periode yang sama yakni 152.404 MT. Jumlah itu setara dengan 68,4 persen dari target tahun ini yakni 242.500 MT.


Sayangnya, tingkat utilisasi justru mengalami penurunan. Hingga September 2022, utilisasi mencapai 54,3 persen turun dari tahun lalu peiode sama yakni 60,7 persen. Penurunan ini disebabkan mesin PM 10 mulai berproduksi sejak Maret 2022.


"Sejak Maret 2022, PM 10 mulai produksi komersial dengan kapasitas 55.000 MT. Sehingga kapasitas terpasang naik dari 250.900 menjadi 305.900 MT. Ini yang membuat utilisasi tahun ini mengalami penurunan," kata Hendro.


Mengenai kenaikan suku bunga bank tahun ini, dia mengaku kenaikan bunga memang berimbas pada naiknya beban bunga kredit yang harus dibayar yakni dari Rp 24 miliar menjadi Rp 27 miliar. Namun kenaikan tersebut tidak signifikan karena diimbangi dengan hasil usaha yang lebih maksimal.


Soal tahun 2023, Hendro mengaku masih yakin bisa meningkatkan kinerjanya, tumbuh 10 persen dengan nilai Rp3,4 triliun. Pihaknya akan menerapkan strategi seperti memperkuat pasar di dalam negeri yang terus tumbuh. Sementara pasar ekspor juga terus dipacu untuk menjaga hedging komersial.


Selain itu juga membayar utang perseroan yang belum jatuh tempo untuk mengurangi beban bunga dan menjaga arus kas. Bahkan pihaknya juga menahan investasi baru yang dirasa belum begitu mendesak karena akan menambah beban dana investasi dari pihak ketiga. ***