EmitenNews.com – Sejumlah emiten menara telekomunikasi baru saja merilis laporan keuangan tahunan 2024 dengan mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih secara year on year (YoY). Tiga di antaranya yakni perusahaan menara milik Grup Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel dan perusahaan yang masuk Grup Djarum yakni PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG).

Saat ini MTEL tercatat sebagai emiten menara dengan kapitalisasi pasar terbesar yakni Rp47,21 triliun, disusul PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) Rp44,76 triliun, dan TOWR sebesar Rp25,27 triliun.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), MTEL membukukan pertumbuhan laba bersih tertinggi sebesar 4,8% YoY, dari Rp2,01 triliun pada 2023 menjadi Rp2,11 triliun pada 2024. Kenaikan laba bersih sejalan dengan pendapatan yang meningkat 7,19% menjadi Rp9,31 triliun di 2024, dibandingkan tahun sebelumnya Rp8,68 triliun.

Adapun laba bersih TOWR hanya naik 2,5% menjadi Rp3,34 triliun dari tahun sebelumnya Rp3,25 triliun. Padahal pendapatan TOWR bertumbuh 8,5% menjadi Rp12,74 triliun dari tahun sebelumnya Rp11,74 triliun.

“Laba bersih (TOWR) full year 2024, naik 2,5% YoY, di bawah (estimasi) kami. Rasio utang bersih [TOWR] terhadap EBITDA juga naik menjadi 4,8 kali, dibanding 4,7 kali di 9 bulan 2024 dan 4,5 kali di full year 2023, mendekati ambang batas kovenan 5,0 kali,” tulis riset Trimegah Sekuritas Indonesia, 26 Maret lalu.

Sementara TBIG mengalami penurunan laba bersih sebesar 12,7% dari Rp1,56 triliun di 2023 menjadi Rp 1,36 triliun pada 2024. Sementara pendapatan bersih mencapai Rp6,87 triliun pada 2024, naik 3,5% dari Rp 6,64 triliun. 

Berdasarkan laporan keuangan 2024, pendapatan Mitratel dan TOWR didominasi pendapatan sewa menara. Dari total pendapatan MTEL sebesar Rp9,31 triliun, 93% ditopang bisnis sewa menara sebesar Rp8,63 triliun. Sisanya berasal dari pendapatan tower related business terkait jasa pengelolaan infrastruktur atau

managed service.

"Konsistensi kami dalam mengkonsolidasikan bisnis menara, fiber optik dan jasa penunjang lainnya akan membawa Mitratel sebagai Digital Infraco terbesar di AsiaPasifik," kata Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko, dalam keterangan resmi saat melakukan Penandatanganan Akta Jual Beli Saham dengan PT Ultra Mandiri Telekomunikasi yang merupakan anak usaha PT PP (Persero) Tbk di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Sewa menara juga menjadi kontributor terbesar pendapatan TOWR. Dari total pendapatan TOWR di 2024 senilai Rp12,74 triliun, sebanyak 90% disokong pendapatan sewa menara pihak ketiga yakni Rp11,47 triliun.

Presiden Direktur Sarana Menara Nusantara (TOWR), Aming Santoso mengatakan pencapaian di 2024 merupakan hasil dari manajemen dalam memanfaatkan dan mengelola skala operasional dalam bisnis menara maupun non-menara.

"Kami juga berhasil memanfaatkan peluang industri untuk mengkonsolidasikan portofolio menara IBST yang signifikan, sekitar 3.200 menara," katanya dalam siaran pers. Saat ini, TOWR memiliki dan mengelola 35.400 menara telekomunikasi serta jaringan kabel serat optik sepanjang kurang lebih 170.000 kilometer (km) di seluruh Indonesia.

Adapun TBIG per 31 Desember 2024, memiliki 42.722 penyewaan dan 23.892 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 23.778 menara telekomunikasi dan 114 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 42.608, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,79x.

“Pada tahun 2024, kami menambahkan 2.333 penyewaan kotor yang terdiri dari 1.551 sites telekomunikasi dan 782 kolokasi ke portofolio kami. Kami terus bekerja sama dengan para pelanggan kami untuk mengoptimalkan jaringan mereka dan memperluas cakupan mereka di seluruh Indonesia,” kata CEO Tower Bersama Infrastructure Hardi Wijaya Liong dalam keterangan resminya.

Prospek fiber optik

Meski bisnis sewa menara masih mendominasi pendapatan, sejumlah analis memprediksi bisnis fiber optik memiliki prospek pertumbuhan yang lebih menjanjikan dengan penggerak utama pasar di luar Jawa. Hal ini sejalan dengan rencana ekspansi sejumlah perusahaan operator telekomunikasi ke daerah pusat pertumbuhan baru.

Menurut Daniel Widjaja, Analis Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dengan kesiapan belanja modal (capex) Mitratel sekitar Rp3,5 triliun untuk 2025, MTEL akan fokus pada perluasan fiber, termasuk mendorong kontribusi dari aset fiber PT Ultra Mandiri Telekomunikasi (UMT) yang diakuisisi sebelumnya.