EmitenNews.com - DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi UU dalam Sidang Paripurna, Kamis (7/10/2021). Satu fraksi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), konsisten menolak sejak awal. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar itu, diwarnai penolakan PKS. PKS menolak sejumlah hal, salah satunya soal tax amnesty II, yang dalam rancangannya diberlakukan mulai 1 Januari 2022.


Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP mengatakan terdapat delapan fraksi yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan yang menerima hasil kerja Panitia Kerja dan menyetujui RUU HPP dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna DPR RI. PKS belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU HPP untuk dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.


Pertimbangan penolakan PKS adalah karena tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi nasional. PKS juga menolak kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, pelayanan sosial dan layanan keagamaan kena pajak. PKS menilai meski saat ini tarif PPN masih 0 persen namun dengan barang kena pajak berpotensi dikenakan pajak.


"PKS juga menolak pasal-pasal pengampunan sukarela harta wajib pajak tax amnesty. Tahun 2016 PKS resmi menolak UU tax amnesty," tegas Dolfie.


Sementara itu, Fraksi Gerindra menilai program tax amnesty akan memfasilitasi wajib pajak untuk patuh dan terintegrasi di sistem perpajakan. Dengan begitu, program pengampunan pajak ini, dinilai dapat meningkatkan kepatuhan dan sukarela yang berdampak signifikan terhadap penerimaan perpajakan.


PDIP meminta pemerintah memperhatikan aspirasi kelompok menengah bawah dan pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dibebaskan dari pengenaan PPN.


Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan saat ini merupakan momentum tepat untuk melakukan reformasi struktural di bidang perpajakan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia Maju. Menurut politikus PDI Perjuangan ini, pandemi Covid-19 justru memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang serta membangun fondasi baru perekonomian termasuk menata ulang sistem perpajakan, agar lebih kuat. ***