EmitenNews.com -Pada suatu kesempatan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa di negara maju masyaratnya bisa santai menikmati, tapi uang dan asetnya berkerja keras dipakai untuk berinvestasi. Sementara di Indonesia, masyarakatnya kerja keras, tapi asetnya tidur, ditaruh di bawah bantal. Tentu saja pernyataan ini beralasan, sebagai perbandingan, di Amerika Serikat masyarakat yang berinvestasi mencapai 55%, Jepang sejumlah 48,3% masyarakatnya berinvestasi, bahkan negara tetangga kita, Malaysia, masyarakatnya berinvestasi mencapai 32,4%, dan di Indonesia sendiri, masyarat yang berinvestasi hanya mencapai 5,2%!

Tentunya angka ini menempatkan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, yang menandakan bahwa investasi belum menjadi budaya di masyakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia memilih menyimpan uang di bank, yang menawarkan keamanan tetapi memberikan imbal hasil yang sangat rendah.

Sementara di negara-negara maju, investasi bukan hanya sekadar aktivitas keuangan, tetapi telah menjadi bagian dari gaya hidup. Masyarakat di negara maju melihat investasi sebagai cara untuk mencapai kebebasan finansial. 

Ada beberapa faktor yang menjadikan investasi menjadi gaya hidup di negara maju. Sejak usia dini, masyarakat di negara-negara maju diajarkan pentingnya mengelola uang dan memahami instrumen investasi seperti saham, obligasi, dan reksadana. Di negara-negara maju, menabung tidak hanya menyimpan uang di bank, tetapi juga menempatkan dana dalam aset yang menghasilkan pertumbuhan nilai jangka panjang. Selain itu, regulasi di negara maju sering kali memberikan insentif pajak atau manfaat lainnya bagi masyakarat yang berinvestasi, sehingga lebih menarik dibandingkan menyimpan uang di bank. Terakhir, akses yang mudah  ke pasar modal baik melalui platform online maupun lembaga keuangan yang memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi dengan mudah.

Di Indonesia, beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat investasi diantaranya adalah kurangnya edukasi keuangan. Bukan rahasia lagi, jika banyak masyarakat Indonesia tidak memahami manfaat investasi. Bahkan, investasi sering kali dipandang sebagai sesuatu yang berisiko tinggi atau bahkan sarana spekulasi jangka pendek. Tidak sedikit juga masyarakat yang menganggap investasi sebagai sesuatu yang rumit atau hanya untuk kalangan tertentu. Kasus penipuan berkedok investasi turut memperburuk citra investasi di mata masyarakat. Ironisnya, judi online justru lebih populer di kalangan masyarakat bawah hingga anak muda. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Budi Gunawan mencatat bahwa pada 2024 ada 8,8 juta warga Indonesia yang bermain judi online, dengan 80% di antaranya berasal dari kalangan bawah. Perputaran uang judi online selama semester II tahun 2024 mencapai Rp. 283 triliun, naik dari Rp. 174 triliun di semester I.

Faktor-faktor yang membuat judi online populer di masyarat Indonesia ditenggarai oleh tekanan kemiskinan, gaya hidup, sosial, dan situasi kultural. Kemiskinan sering kali berjalan beriringan dengan rendahnya pendidikan, termasuk pemahaman tentang pengelolaan keuangan. Hal ini membuat masyarakat lebih rentan terjebak dalam janji-janji keuntungan instan yang ditawarkan judi onlie. 

Judi online sering kali memasarkan narasi keberhasilan seseorang yang menggoda. Ketika seseorang melihat contoh orang lain yang tampak sukses melalui judi online, mereka lebih cenderung menirunya. Maka tidak mengherankan jika banyak orang yang ingin memenuhi gaya hidup mewah tergoda untuk mencoba peruntungan ini. 

Promosi judi online secara masif melalui media sosial, situs web, dan bahkan pesan langsung melalui aplikasi komunikasi seperti WhatsApp dan Telegram membuat seseorang lebih mudah terpapar judi online. Terlebih dengan iming-iming hadiah besar dengan modal kecil yang sangat menggoda, terutama bagi anak muda yang belum memiliki penghasilan tetap. Selain itu, adanya kepercayaan di sebagian masyarakat kita pada konsep keberuntungan atau ‘nasib baik’ yang membuat judi online diterima bahkan dianggap sebagai perpanjangan dari tradisi dalam bentuk modern.

Menanggapi situasi ini, pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarat tentang pentingnya investasi. Salah satu inisiatif yang menarik perhatian adalah program dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ingin anak-anak Sekolah Dasar (SD) mulai belajar tentang saham. Langkah ini tentunya bertujuan untuk membangun kebiasaan investasi sejak dini. Dengan memahami konsep saham dan investasi sejak usia dini, generasi muda diharapkan dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan mereka di masa depan. Edukasi keuangan ini juga dapat membantu mengalihkan perhatian masyarakat dari judi online ke aktivitas yang lebih produktif seperti investasi. Dengan banyaknya masyarakat yang berinvestasi, pasar modal akan semakin kuat kedepannya dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Tentunya untuk menjadikan investasi sebagai budaya di Indonesia bukan perkara gampang, perlu dilakukan langkah-langkah konkret seperti kampaye edukasi keuangan tentang manfaat investasi. Program seperti seminar, lokakarya, dan kampanye digital dapat menjadi langkah awal yang efektif. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa regulasi yang melindungi investor ditegakkan dengan baik untuk mencegah penipuan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Peningkatan akses terhadap instrumen investasi perlu menjadi perhatian, sehingga mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk masyarakat di daerah terpencil. Dan yang tidak kalah penting adalah perlunya perusahaan keuangan melakukan inovasi produk investasi yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti reksadana mikro atau saham dengan nilai minimal yang terjangkau.

Pendidikan keuangan yang baik dan peningkatan akses terhadap instrumen investasi,  memiliki peluang untuk mengubah paradigma masyarakat di Indonesia. Jika upaya ini berhasil, investasi tidak hanya akan menjadi gaya hidup, tetapi juga dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.