MK Perintahkan Pemerintah dan DPR Bentuk Lembaga Pengawas ASN

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara. Dok. Kementerian PANRB.
EmitenNews.com - Pemerintah dan DPR diminta membentuk lembaga independen yang bertujuan mengawasi penerapan sistem merit hingga perilaku aparatur sipil negara (ASN) dalam waktu dua tahun. Mahkamah Konstitusi memerintahkan pembentukan lembaga itu, dalam putusannya yang dibacakan Kamis (16/10/2025).
Perintah tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 121/PUU-XXII/2024 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. MK memenangkan gugatan yang diajukan oleh Perludem, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo (ini) diucapkan,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Pembubaran Komisi ASN diputuskan sejak 26 September 2023 lewat revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Alasannya, kurang efektif sehingga sehingga fungsi kebijakan pengawasan sistem merit pada manajemen ASN diserahkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) dan eksekusinya dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
MK dalam pertimbangan hukumnya, memandang bahwa salah satu persoalan ASN jika melihat sejarah perkembangan kepegawaian di Indonesia, yaitu mudah diintervensi oleh kepentingan politik dan pribadi.
Karena itu, menyikapi persoalan yang ada, MK menilai, perlu ada pemisahan fungsi dan kewenangan yang jelas antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan benturan kepentingan.
Menurut Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, pengawasan kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penyeimbang yang berada di luar dari pembuat maupun pelaksana kebijakan.
Hal itu, kata Guntur, guna memastikan sistem merit berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan sehingga mampu menciptakan birokrasi yang profesional, efisien, dan bebas dari intervensi politik serta mampu melindungi karier ASN.
Sebagai bagian dari desain menjaga kemandirian ASN dan sekaligus melindungi karier ASN, Mahkamah menilai penting untuk membentuk lembaga independen yang berwenang mengawasi pelaksanaan sistem merit. Termasuk pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Tetapi, MK menegaskan, wujud lembaga independen itu merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengatur dan membentuknya.
Hakim Guntur menilai keberadaan lembaga independen dimaksud penting untuk segera dibentuk sebagai lembaga pengawasan eksternal yang menjamin agar sistem merit diterapkan secara konsisten. Termasuk bebas dari intervensi politik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola atau manajemen ASN.
Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN mengatur bahwa Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/atau lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang “pengawasan penerapan sistem merit.
Namun, menurut Mahkamah, Norma pasal tersebut tidak menyertakan komponen pembentuk sistem merit yang dinilai sangat penting dalam membentuk ASN yang berakhlak, yakni asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Dalam putusannya MK menyatakan, dalam konteks prinsip meritokrasi, ketiadaan frasa “asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN” dalam norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN tidak menunjukkan kejelasan dan keutuhan norma sebagai sistem pengawasan ASN yang komprehensif.
Menurut Mahkamah Konstitusi, frasa ‘asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN’ perlu ditegaskan secara expressis verbis (eksplisit) dalam norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU 20/2023 agar tidak dimaknai sebagai norma yang tidak lengkap.
Karena itu semua, MK menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum, perlindungan dan kepastian hukum, serta kesempatan yang sama dalam pemerintahan yang adil.
Dalam amar putusan, MK menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai:
Related News

Bangun Rumah Sakit, Sumbar Berencana Terbitkan Surat Utang Syariah

Sikat Tambang Ilegal, Presiden Targetkan 2026 Produksi Timah Pulih

Izinkan Warga Asing Pimpin BUMN, Lihatlah Target Presiden Prabowo

Perpres Ubah Sampah Jadi Energi Terbarukan, Uji Coba di 10 Kota Besar

FUTR Garap PLTS Raksasa 130 MW di Bali Bareng PLN dan Investor China

Potensi Rp95T Hilang, Mahfud MD Minta Menkeu Terus Tagih Utang BLBI