Paksa Eksportir Parkir Devisa di Dalam Negeri, Terobosan Besar Prabowo
Ilustrasi peti kemas dalam kegiatan ekspor-impor. dok. Kementerian Keuangan.
EmitenNews.com - Kebijakan terbaru mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo merupakan langkah strategis untuk memperkuat cadangan devisa nasional. Ketentuan baru agar eksportir menyimpan devisa mereka di perbankan nasional, jelas merupakan terobosan besar yang berani setelah lebih dari 60 tahun Indonesia menerapkan rezim devisa bebas.
Pengamat investasi Eddy Herwanto mengungkapkan hal tersebut dalam perbincangannya dengan EmitenNews.com, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Eddy Herwanto menyebutkan kebijakan tersebut adalah terobosan berani. Pasalnya, selama lebih dari 60 tahun sejak Orde Baru, investasi asing terutama diperbolehkan melakukan repatriasi laba dan hasil ekspornya ke luar negeri, ke induk perusahaan mereka di luar negeri.
“Padahal, untuk modal kerja mereka di Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut justru menikmati kredit rupiah dari bank pemerintah. Tidak mungkin kan bayar listrik dan gaji karyawan pakai dolar?" urai mantan wartawan itu.
Seperti diketahui rezim devisa bebas yang diterapkan sejak era Orde Baru bertujuan untuk menarik Penanaman Modal Asing (PMA) dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI). Namun, menurut Eddy Herwanto, strategi ini juga banyak disalahgunakan oleh sejumlah pelaku usaha dalam negeri (PMDN).
"Banyak eksportir besar, seperti juragan kelapa sawit, produsen nikel, produsen tekstil, industri makanan, hingga komponen kendaraan bermotor memarkir hasil ekspornya di perbankan luar negeri, terutama di Singapura," tambah Eddy Herwanto.
Dampak Rezim Devisa Bebas: Tantangan bagi BI dan Ekonomi Nasional
Salah satu dampak dari praktik tersebut adalah tekanan besar pada likuiditas dolar di dalam negeri. Bank Indonesia (BI) kerap menghadapi kesulitan memenuhi kebutuhan dolar yang terus meningkat.
Eddy Herwanto menjelaskan, BI sering kelabakan melihat pasar uang bergolak karena Pertamina, yang membutuhkan dolar untuk impor BBM dan crude oil, ikut turun langsung membeli devisa di pasar. Hal ini membuat kurs rupiah naik turun secara liar, meskipun lebih banyak melemah.
Untuk mengatasi gejolak tersebut, BI pernah mewajibkan Pertamina membeli devisa langsung dari cadangan BI, sementara pemerintah mencoba mendorong eksportir menyimpan devisa mereka di perbankan domestik dengan berbagai insentif. Meski demikian, langkah tersebut kurang efektif.
"BI sudah menawarkan bunga menarik untuk setiap dolar yang diparkir di bank domestik, tetapi hasilnya tetap kurang signifikan. Rata-rata hanya beberapa ratus juta dolar yang masuk, padahal hasil ekspor kelapa sawit saja hampir mencapai satu miliar dolar setiap hari," jelas Eddy Herwanto.
Kebijakan Baru: Posisi Tawar yang Lebih Kuat
Kini, dengan posisi tawar yang lebih kuat, Prabowo Subianto mengambil langkah tegas untuk "memaksa" eksportir menyimpan devisa mereka di perbankan nasional. Dalam aturan baru ini, eksportir diwajibkan menyimpan 30 persen devisa hasil ekspor mereka di Indonesia selama tiga bulan sebelum dapat digunakan lebih lanjut atau dipindahkan ke luar negeri.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini memberikan keuntungan langsung bagi eksportir, termasuk akses kredit berbunga rendah dari bank BUMN.
"Kalau kita disiplin, ekonomi kita semakin kuat. Karena itu, kita harus fokus menyimpan devisa di dalam negeri, bekerja sama dengan bank-bank BUMN. Kalau ini berjalan, bank BUMN akan memberikan kredit murah kepada para eksportir," urai Presiden.
Eddy Herwanto menilai kebijakan ini adalah keputusan yang sangat tepat, meskipun terlambat. Kini, Prabowo memaksa para penikmat subsidi besar di masa lalu, seperti perusahaan kelapa sawit yang dulu mendapat kredit murah di era Soeharto, untuk memarkir hasil ekspor mereka di perbankan nasional.
“Ini adalah keputusan strategis yang tepat untuk mendukung perekonomian kita," ungkapnya.
Related News
Sajikan Produk Premium, Fore Coffee Rajai Pasar Kopi Nasional
Ekspor Furnitur Indonesia Rp36T, Diminati Amerika, Jerman dan Jepang
Uang Beredar pada Desember 2024 Rp9.210,8T, Tumbuh 4,4 Persen
Bentuk Transparansi; BI Luncurkan Laporan Perekonomian Indonesia 2024
Harga Emas Masih Naik Tipis Rp1.000 per Gram
Kebijakan Prorakyat, PBG, BPHTB dan PPN Gratis Untuk Kalangan MBR