EmitenNews.com - Pemerintah dinilai masih tidak mengakui bahwa demonstrasi yang berujung penjarahan pada akhir pekan lalu merupakan bentuk keresahan masyarakat akan kondisi kesejahteraan dan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Para pengambil kebijakan belum mengakui adanya permasalahan fundamental dari kondisi sosial ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan juga kondisi politik yang ada.

"Ada kecenderungan bahwa situasi saat ini dilihat sebagai situasi political chaos belaka yang memerlukan penanganan cepat dan bahkan juga mungkin bertendensi untuk menggunakan kekuatan. Tetapi belum kelihatan adanya pengakuan bahwa kondisi kesejahteraan dan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ujar Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri dalam diskusi publik CSIS, Selasa (2/9/2025).

CSIS mengungkapkan, pemerintah perlu mencari strategi untuk menata kembali kebijakan-kebijakan ekonomi dan kesejahteraan serta memperbaiki sistem dan mekanisme politik baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

"Tanpa adanya tindakan solutif yang komprehensif untuk jangka pendek maupun jangka panjang, kita akan terjebak dalam situasi lebih buruk lagi dan beresiko untuk mengulangi berbagai hal-hal yang terjadi belakangan ini di kemudian hari," ujarnya.

Sementara itu, Researcher bagian ekonomi untuk CSIS, Deni Friawan menjelaskan bahwa krisis kepercayaan kepada pemerintah akibat runtuhnya legitimasi fiskal menjadi akar dari gelombang demonstrasi.

Masyarakat diminta membayar pajak, iuran, hingga menerima kebijakan efisiensi pemerintah. Namun di sisi lain, publik melihat tanda-tanda pemborosan, seperti penambahan jumlah kementerian dan lembaga, praktik rangkap jabatan di BUMN, serta menaikkan gaji dan tunjangan bagi pejabat dan anggota DPR.

"Kontradiksi ini menciptakan krisis legitimasi fiskal. Karena pada dasarnya fondasi kepercayaan yang menopangnya itu runtuh. Dalam teori ekonomi politik kita ketahui bahwa pajak adalah kontrak sosial antara rakyat dengan negara," ujar Deni Friawan dalam diskusi publik CSIS, Selasa (2/9/2025).

Di luar itu, kondisi ini juga mencerminkan ketimpangan dan beban ekonomi yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi memang stabil di kisaran 5%, namun Deni menilai distribusinya semakin timpang karena bias pada sektor padat modal.

Gini ratio masih di angka 0,39, kelas menengah yang terus menurun, dan banyaknya masyarakat yang berada hanya sedikit di atas garis kemiskinan.

Jika memakai standar Bank Dunia yang sekarang mungkin tingkat kemiskinannya lebih tinggi lagi. Belakangan ini tingkat inflasi umum itu rendah, tapi pada waktu tertentu tingkat volatile food sangat tinggi. 

“Misalnya hari ini harga beras itu kisaran Rp14.000 sampai Rp18.000, tengahnya misalnya Rp16.000 itu sangat-sangat membebani masyarakat," ujar Deni Friawan.

Perbesar target rasio penerimaan pajak ini strategi yang dijalankan pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah strategi yang akan digunakan pemerintah untuk memperbesar target rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio dari outlook 2025 sebesar 10,03% PDB menjadi 10,47% PDB pada 2026.

Di antaranya, memperkuat penerimaan pajak dan bea cukai supaya bisa mencapai setoran senilai Rp2.692 triliun dari tahun ini yang targetnya Rp2.387,3 triliun melalui penguatan pengawasan dan kepatuhan para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

"Dengan demikian tahun 2026 rasio perpajakan di 10,47% dari GDP dan rasio pendapatan 12,24%," ucap Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komite IV DPD secara daring, Selasa (2/9/2025).

Dari sisi pajak, strategi yang digunakan ialah pemanfaatan Coretax, hingga sinergi pertukaran data antar K/L. Lalu, memperkuat sistem pemungutan transaksi digital dalam dan luar negeri, joint program dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan, serta memberikan insentif daya beli, investasi dan hilirisasi.

Dari sisi bea cukai, strategi yang dijalankan di antaranya melalui kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan ekstensifikasi barang kena cukai, intensifikasi bea masuk perdagangan international, kebijakan Bea Keluar mendukung hilirisasi produk, serta penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran barang kena cukai iIegal dan penyelundupan.