EmitenNews.com - – Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino mendukung strategi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) untuk menata bisnis hulu (segmen manufaktur) dengan mengoptimalkan kapasitas terpakai (utilitas) pabrik obat milik perseroan. Dukungan ini juga disampaikan anggota lainnya di Komisi VI DPR saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) belum lama ini.

"Itu [optimalisasi pabrik KAEF] memang perlu dilakukan dalam 2-3 tahun kedepan agar kinerja KAEF bisa maksimal. Prosesnya [penataan pabrik] bisa sampai dua hingga tiga tahun," ujar Harris, Sabtu (22/6/2023).

Harris menyampaikan bahwa berdasarkan penjelasan dari manajemen KAEF, utilitas 10 pabrik saat ini relatif rendah, yaitu di bawah 40%. Oleh sebab itu, menurutnya, strategi KAEF untuk mengoptimalkan produksi pabrik sudah tepat. Peningkatan utilitas, kata dia, dapat dilakukan dengan relokasi fasilitas produksi yang tidak efisien ke pabrik lainnya sehingga menjadi lebih optimal.

Dia menjelaskan, proses pemindahan fasilitas produksi obat-obatan membutuhkan waktu cukup lama karena harus mengurus perizinan ke regulator seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan instansi lainnya.

Kimia Farma memiliki 10 pabrik obat yang tersebar di wilayah Indonesia. Pabrik Sinkona (Subang), Pabrik Banjaran (Bandung), pabrik Marin Liza (Bandung), pabrik Lucas Djaja (Bandung), Pabrik Sungwun (Cikarang), pabrik Phapros (Semarang), pabrik Watudakon (Jombang), dan 3 pabrik lainnya yang berlokasi di Jakarta, Semarang, dan Bali.

Harris menambahkan bahwa potensi pasar farmasi di tanah air masih prospektif. Oleh sebab itu, kedepan KAEF masih memiliki prospek yang bagus kendati saat ini masih menghadapi banyak tantangan seperti neraca keuangan yang masih negatif. Selain itu, sebagai BUMN KAEF memiliki peran strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. "Bisnis KAEF ini bukannya tidak menjanjikan. Bisnisnya menjanjikan. Namun, secara beban mereka terlalu besar. Jadi kalau beban ini bisa ditata ulang, dikelola dengan baik, saya yakin [bisnis KAEF] kedepan pasti bagus," ujar Harris.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Manajemen KAEF menyampaikan bahwa perseroan sedang menjalankan strategi optimalisasi seluruh fasilitas produksi untuk meningkatkan utilitas pabrik. Strategi itu dilakukan melalui rasionalisasi sehingga kapasitas pabrik lebih optimal sekaligus menurunkan biaya operasional. KAEF telah melakukan evaluasi terhadap performa 10 pabrik miliknya. Dari evaluasi itu, perlu dilakukan penataan seluruh fasilitas produksi untuk mengoptimalkan kapasitas produksi sehingga kapasitas meningkat dan operasional lebih efisien.

Pandangan Harris diamini oleh Senior Analyst Certified Securities Analyst (CSA) Research Institute, Reza Priyambada. Menurut Reza, setiap perusahaan di industri apa pun pasti memiliki tantangan untuk terus berinovasi dan beradaptasi terhadap pasar yang dinamis dan bergerak cepat.

Dia mencontohkan saat pandemi Covid-19, perusahaan farmasi cenderung meningkatkan kapasitas produksinya. Hal itu didasarkan pada kondisi pasar yang sedang terjadi anomali dengan adanya lonjakan permintaan. "Akan tetapi, pasca-pandemi saat ini, apakah kita masih mau menggunakan pendekatan seperti saat pandemi dulu? Kan tidak mungkin. Sehingga perubahan adalah hal yang tidak bisa terelakkan lagi," tutur Reza.

Reza menjelaskan salah satu langkah yang ditempuh untuk merespons perubahan tersebut diantaranya dengan melakukan penataan ulang atas jaringan pabrik yang ada saat ini. "Logikanya kenapa kita punya banyak mobil kalau yang dipakai hanya beberapa saja? Termasuk juga pabrik. Sedangkan kita tahu, setiap pabrik itu pasti ada beban biaya yang harus ditanggung, mulai dari manpower, pasokan listrik, belum lagi kita bicara soal aset tanahnya, bangunannya, perpajakannya dan lain-lain. Sehingga untuk kinerja produksi yang lebih efisien, penutupan beberapa pabrik memang harus dilakukan," ungkap Reza.

Dalam hal ini, pihak karyawan menurut Reza juga tidak bisa menutup mata bahwa perusahaan memang dituntut untuk senantiasa melakukan perubahan, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan industri yang semakin ketat. Di lain pihak, demi perubahan tersebut, komitmen perusahaan untuk memenuhi seluruh hak karyawan yang terdampak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, juga perlu untuk diapresiasi.

Namun demikian, meski telah berkomitmen untuk memenuhi seluruh hak karyawan yang terdampak, Reza berharap manajemen Kimia Farma juga dapat lebih bijaksana dalam mengelola para pegawai yang berpotensi terdampak atas rasionalisasi pabrik. Solusi yang  bisa diupayakan adalah dengan mengakomodir SDM dari pabrik-pabrik yang ditutup ke sejumlah pabrik yang masih dipertahankan dan bakal ditingkatkan utilitasnya.

Jika pun opsi tersebut tidak memungkinkan, Kimia Farma juga bisa memberikan pendampingan dan pelatihan keterampilan yang diperlukan bagi para karyawan terdampak untuk dapat terjun ke dunia wirausaha. Termasuk juga membuka opsi kerjasama bagi karyawan terdampak untuk tetap berkecimpung di ekosistem industri farmasi, dengan menjadi mitra binaan, misal dengan membuka usaha apotek atau klik kesehatan, yang produknya dipasok oleh pihak Kimia Farma. (*)