EmitenNews.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2023. Itu menyusul pengesahan rancangan omnibus law sektor keuangan pada rapat paripurna DPR 20 September 2022. Pada RUU PPSK terbaru itu, ada perubahan tugas dan fungsi Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
”Menurut saya (semoga salah), RUU PPSK memberi suatu lembaga, bahkan seorang pejabat, kekuasaan absolut (mutlak). Mulai membuat aturan di industri, memberi izin beroperasi di industri, mengawasi industri, menyidik industri, menuntut, dan menghukum pelaku di industri, tanpa adanya pengawasan berkala sehari-hari dalam kegiatan,” tutur Tito Sulistio, Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), melalui surat terbuka.
RUU PPSK sebut Tito, dibuat dengan asumsi seluruh pelaku pasar keuangan Indonesia mempunyai itikad tidak baik, dan literasi rendah tentang pasar keuangan secara menyeluruh. Lalu, memuat pasal dan aturan main terlalu terperinci, yang sebaiknya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan pelaksanaan. ”Masih harus diintrepetasikan, dan bisa menjadi bahan perdebatan,” imbuhnya.
RUU PPSK juga belum menyatukan semua fungsi keuangan industri dalam suatu lembaga. Belum menjadikan, dan memberikan kuasa penuh kepada Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KKSK) dalam situasi kritis. Ada inkonsistensi dalam batang tubuh. Membebani pelaku pasar. Belum sepenuhnya memberi perlindungan kepada pemodal. ”Secara khusus, membingungan karena mengatur suatu produk yang tidak diatur dunia!! tegasnya.
Oleh karena itu, menurut hemat Tito, filosofis utama pengembangan, dan penguatan sektor keuangan sebagai berikut. UU itu harus mampu menangkap dinamika dan kelincahan bergerak sektor keuangan. Karenanya, Tito mengusulkan pasar komoditi menjadi bagian dari industri keuangan.
Selanjutnya, UU tersebut harus berasumsi bahwa masa depan akan lebih baik dari masa sekarang. Seluruh elemen pelaku pasar keuangan di Indonesia mempunyai itikad baik, dan akan mempunyai literasi bagus tentang pasar keuangan secara holistik.
Sebaiknya tidak ada lembaga, apalagi seorang pejabat yang diberi UU kekuasaan absolut (mutlak). Mulai membuat aturan di industri, memberi izin beroperasi di industri, mengawasi industri, menyidik Industri, menuntut dan menghukum pelaku di industri. ”Apalagi dengan tidak adanya pengawasan berkala sehari-hari dalam kegiatan,” ucapnya.
Pemerintah bilang Tito, sewajarnya tetap punya akses dalam pengawasan kelembagaan industri Keuangan apalagi dalam penanganan masa krisis, Pemerintah sebaiknya menjadi lokomotif utama. Tito merekomendasikan adanya pembagian tanggung jawab, otorisasi dari pengatur dengan pengawas, dan penyidik.
Pengaturan pasar sebaiknya di bawah pemerintah, Pengawasan, dan penyidikan di bawah otiritas berbeda. ”Saya juga merekomendasikan Pemerintah tetap mempunyai akses terhadap kerja lembaga kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui dewan pengawas,” tegasnya. (*)
Related News
RUPSLB Mitra Tirta Buwana (SOUL) Pertahankan Dirut Ardianto Wibowo
Timah (TINS) Paparkan Kinerja Kuartal III 2024, Ini Detailnya
RMK Energy (RMKE) Tingkatkan Volume Jasa dan Penjualan Batu Bara
Golden Eagle (SMMT) Targetkan Penjualan Rp561,3M Tahun Ini
BEI Buka Gembok Saham KLIN Setelah Tiga Pekan Kena Suspensi
Entitas Lautan Luas (LTLS) Raih Fasilitasi Pembiayaan Rp40M