EmitenNews.com - Menyesal bukan main Achsanul Qosasi. Terdakwa kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo itu, mengaku khilaf menerima uang USD2,64 juta atau Rp40 miliar seperti dituduhkan JPU, tetapi keberatan atas tuntutan 5 tahun penjara. Mantan anggota III BPK RI itu, merasa tuntutan JPU itu terlalu berat, tidak sebanding dengan apa yang ‘disumbangkannya’ selama berkarier, sampai menerima bintang jasa dari Presiden.

"Atas sejumlah rekomendasi hasil pemeriksaan dan sejumlah kegiatan sosial yang saya lakukan, yang memberikan manfaat langsung kepada negara, maka saya diberikan penghargaan Bintang Jasa Utama oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019," kata Achsanul Qosasi saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Achsanul Qosasi mengungkapkan, kesalahan terbesarnya karena tidak segera mengembalikan uang hasil korupsi, yang menurut pihak Kejaksaan Agung diterimanya pada Juli 2022. Meski begitu ia menyatakan berniat mengembalikan uang Rp40 miliar, yang diakuinya ada dalam penguasaannya tanpa direncanakan. 

Dengan suara bergetar pilu, Achsanul Qosasi mengaku dunianya runtuh karena terjerat kasus ini. Menurut eks Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR RI itu, kasus yang menjeratnya itu, juga membuat namanya hancur. Selama menjalani penahanan sementara, pemilik gelar doktor (S3) ilmu administrasi bisnis dari Universitas Padjajaran Bandung itu, sampai merasa kehilangan kepercayaan diri.

"Hampir 8 bulan dalam tahanan, hukuman ini sangat berat bagi saya. Dunia seolah runtuh. Saya hampir kehilangan semuanya. Selama 35 tahun berkarier sebagai profesional, sebagai politisi, dan terakhir 10 tahun sebagai birokrat di BPK, seolah hilang tidak berbekas, saya menjadi terdakwa," ujar pria kelahiran Sumenep, Madura, 10 Januari 1966 itu.

Kasus hukum yang menjeratnya itu, menurut Achsanul Qosasi tidak pernah dibayangkannya terjadi dalam hidupnya. “Peristiwa ini membuat nama saya hancur. Tidak teringat lagi sumbangsih saya kepada negara. Tidak tersebut lagi dalam perjalanan hidup saya, yang terkenang saat ini adalah saya sebagai terdakwa yang dianggap merugikan negara."

Achsanul Qosasi pasrah kepada majelis hakim untuk berikan putusan

Pada bagian lain pembelaannya, Achsanul Qosasi mengaku khilaf telah menerima duit Rp40 miliar terkait proyek BTS 4G pada Bakti Kominfo. Jika kekhilafan itu, dianggap sebagai kesalahan, ia pasrahkan kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memberikan putusan seadil-adilnya. 

“Namun, jika kesalahan saya ini dianggap sebagai suatu kekhilafan, saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memaafkan saya. Penahanan yang sudah saya jalani selama hampir 8 bulan ini sudah cukup menghukum saya dari kesalahan, sehingga saya sempat kehilangan kepercayaan diri dalam menjalankan sisa hidup saya," ujarnya.

Achsanul Qosasi mengaku menyesal. Karena itu, ia berharap majelis hakim akan memberikan putusan yang adil terhadapnya.

"Saya mohon Yang Mulia Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan pembelaan yang saya sampaikan dengan sebenar-benarnya dengan penyesalan sedalam-dalamnya. Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk bisa memberikan putusan dalam perkara ini yang seadil-adilnya," ujarnya.

Tidak lupa Achsanul Qosasi mengungkit kontribusinya selama 10 tahun bekerja di BPK. Ia menyinggung sumbangsih rekomendasi BPK terkait Hotel Hilton dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). 

Sebagai anggota BPK RI, ia mengaku  telah menjalankan amanah ini selama hampir 10 tahun dan memberikan sumbangsih kepada negara dengan sejumlah rekomendasi pemeriksaan yang dapat dirasakan langsung oleh negara. Antara lain kembalinya kepemilikan Hotel Hilton/Hotel Sultan kepada negara, kembalinya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang hampir 40 tahun tidak dikuasai negara.

Rekomendasi BPK lainnya terkait perbaikan tata kelola Gelora Senayan hingga tanah Kemayoran. Kemudian, kata Achsanul, melakukan inventarisasi aset negara yang tak memberikan manfaat dapat diperjelas dan dikuasai negara.

Perbaikan tata kelola di TVRI, RRI, Gelora Senayan dan Tanah Kemayoran

Masih kata Achsanul Qosasi, perbaikan tata kelola di TVRI, RRI, Gelora Senayan, dan Tanah Kemayoran. Inventarisasi aset-aset negara yang tidak memberikan manfaat dan tidak jelas statusnya, dapat diperjelas dan dikuasai penuh oleh negara, guna menghasilkan penerimaan yang optimal bagi negara.

“Yang sangat penting juga adalah Tata Kelola Keuangan di Mahkamah Agung (MA), satu-satunya lembaga yang dapat menyelesaikan tindak lanjut 100%. Sempurna, hampir semua Temuan BPK RI di MA ditindaklanjuti dan dapat diselesaikan dengan baik," ujarnya.