EmitenNews.com - Keputusan Badan Pusat Statistik menunda rilis data rutin Profil Kemiskinan di Indonesia mendapat sorotan kalangan dewan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Maria Yohana Esti Wijayati mengatakan bahwa data-data dari BPS sangat dibutuhkan dalam melakukan validitas. Salah satunya dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026.

"Kita menyusun target indikator yang sangat bergantung pada data-data dari BPS. Maka saya kira terima saja karena kami Komisi X sebagai mitra meminta agar BPS menyampaikan data secara terbuka yang memang boleh terbuka," ujar Maria dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Pusat Statistik, Kamis (17/7/2025).

Maria mempertanyakan alasan BPS menunda jadwal rilis Profil Kemiskinan di Indonesia Semester | 2025 dan Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Semester I-2025. Semula, BPS akan merilis data kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran pada pukul 11.00 WIB, Selasa (15/7/2025).

Sejam sebelum pengumuman data, BPS mengabarkan penundaan Rilis Kemiskinan dan Tingkat Ketimpangan (rasio Gini). BPS hanya mengabarkan penundaan ini melalui broadcast WhatsApp.

"Semestinya janji BPS 15 Juli sudah dirilis, namun pukul 10.13 diumumkan ditunda kami ingin mengetahui mengapa ditunda," tanya Maria.

Ketepatan jadwal rilis data pun semakin krusial dalam pembahasan RAPBN 2026. Pasalnya Maria menemukan terdapat perbedaan target literasi dalam data yang dimiliki oleh Komisi X dengan data Perpusnas.

"Terkait dengan literasi membaca di sini 65,89 untuk 2026 terungkap Perpusnas pada tahun 2024 sudah mencapai 72,44. Hah berarti kami salah mencantumkan ini siapa yang harus memperbaiki kami sudah rapat di Banggar tentu menjadi problem," ujarnya.

BPS tunda rilis untuk memastikan kualitas dalam menyajikan data

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi X, Kepala Badan Pusat Statistik, Amalia Adininggar menjelaskan bahwa penundaan rilis dilakukan untuk memastikan kualitas dalam menyajikan data. BPS kini menjadi salah satu rujukan yang utama, karena itu, pihaknya perlu memastikan kembali data-data yang diberikan harus sesuai.

"Semakin lama BPS semakin dijadikan rujukan, artinya BPS tidak boleh salah ini yang kami sedang lakukan. Memfinalkan angka dan kami pastikan keakuratan," ujar Amalia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X, Kamis (17/7/2025).

Tak hanya itu, data kemiskinan yang dirilis oleh Bank Dunia atau World Bank pada Juni lalu juga menjadi alasan ditundanya data kemiskinan. Amalia mengatakan bahwa pihaknya perlu memastikan agar kualitas dari data yang disajikan meningkat.

"Dengan adanya rilis World Bank yang terakhir, jadi double check lagi agar kualitas meningkat sebelumnya," ujarnya.

Amalia pun mengatakan bahwa penundaan rilis data bulanan juga sebelumnya pernah dilakukan. Yakni terhadap data neraca perdagangan bulanan yang biasanya dirilis oleh BPS pada tanggal 15 tiap bulannya.

Penundaan itu terjadi, karena BPS membutuhkan waktu lebih dari dua minggu untuk melakukan pengecekan ulang terhadap kualitas data. Selain itu, terdapat beberapa data dari PT Pos Indonesia yang belum dapat dimasukkan dalam rilis.

"Saat ini kami mengumumkan di tanggal 1 karena waktu yang hanya 2 minggu tidak cukup double checking kualitas data dan ada beberapa yang belum masuk dari PT pos," ujarnya.

Selain itu, penundaan rilis data menjadi tanggal 1 tiap bulan juga mempertimbangkan angka ekspor impor yang diumumkan untuk keseluruhan 34 provinsi di Indonesia. Kalau tanggal 15 tidak bisa diumumkan karena baru 6 provinsi yang siap. ***