EmitenNews.com -PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) berhasil mencatatkan kinerja keuangan yang positif sepanjang tahun 2024 di tengah kondisi ekonomi yang menantang akibat ketidakpastian geopolitik global dan stagnasi produksi secara nasional. Sejalan dengan performa finansial, emiten produsen crude palm oil (CPO) itu juga berkomitmen terhadap aspek keberlanjutan (ESG) dalam setiap proses operasionalnya.

Astra Agro mampu menorehkan pendapatan bersih sebesar Rp 21,82 triliun pada 2024, naik 5,2% dari Rp 20,75 triliun pada tahun sebelumnya. Selain topline, AALI juga mencatatkan kenaikan pada bottom line-nya sebesar 9% year-on-year (yoy) menjadi Rp1,19 triliun. Salah satu penyebab kenaikan kinerja finansial AALI didorong oleh peningkatan permintaan pasar yang signifikan.

Berdasarkan data Oil World, permintaan pasar global terhadap CPO mencapai 80,3 juta ton, sedangkan produksi minyak kelapa sawit secara global hanya mencapai 79,3 juta ton pada 2024. Adapun mengacu pada data GAPKI produksi CPO secara nasional mengalami koreksi 3,8% yoy menjadi 48,16 juta ton. Produksi CPO yang mengalami stagnasi secara industri, telah mengerek harga CPO ke level USD 1,084 per ton pada tahun 2024 dari USD 964 per ton pada tahun 2023 atau mengalami kenaikan sebesar 12% yoy.

Analis Ciptadana Sekuritas Asia Yasmin Soulisa optimistis permintaan yang terus meningkat dari sisi global mampu mengerek kinerja Astra Agro ke level positif. Pasalnya, Astra Agro mencatatkan harga jual rata-rata (ASP) minyak kelapa sawit (CPO) yang lebih tinggi. “Peningkatan ASP sebesar 15,6% menjadi Rp 12.883/kg pada tahun lalu berhasil mengimbangi dampak penurunan produksi,” ungkap Yasmin dalam riset terhadap AALI.

Yasmin menambahkan penurunan produksi diakibatkan oleh disrupsi cuaca yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Hal itu berdampak pada produktivitas tanaman secara jangka panjang. Astra Agro, lanjutnya, telah mengantisipasi penurunan produksi dengan memperkuat program kemitraan dengan para petani rakyat.

Sebagaimana diketahui, 60% dari total lahan kebun kelapa sawit di Indonesia dimiliki oleh para petani. Ciptadana Sekuritas Asia mencatat AALI mengalami penurunan pembelian TBS dari mitra petani sebesar 15,3% YoY menjadi 2,9 juta ton pada 2024 dengan dampak yang terukur pada margin karena ASP yang lebih kuat. Hasilnya, TBS yang diproses dipertahankan pada 5,92 juta ton, mencerminkan sedikit penurunan 12,4% YoY.

Yasmin pun memperkirakan bahwa harga CPO global akan tetap menanjak hingga ke level RM 4.500/ton pada awal 2025 didorong oleh momentum menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Selain itu, pertumbuhan produksi yang melambat ditambah dengan peningkatan konsumsi CPO berkat program wajib B40 diharapkan dapat mendukung harga CPO pada tahun ini. Adapun kontribusi pendapatan yang meningkat dari segmen derivatif CPO telah mengurangi paparan AALI terhadap volatilitas harga.

“Kami menaikkan target harga AALI menjadi Rp 8.000/saham dari sebelumnya Rp 7.900/saham didasarkan pada kelipatan (price earning) PE rata-rata 5 tahun sebesar 12,4x. Kami telah sedikit meningkatkan produksi CPO pada 2025/2026, mengingat tingkat produksi 2024 yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Hasilnya, estimasi laba bersih 2025/2026 telah dinaikkan masing-masing sebesar 3,4% atau Rp1,2 triliun dan 8,1% setara Rp1,4 triliun. Target kami menyiratkan kenaikan harga lebih dari 35%, dan kami mempertahankan peringkat beli bagi AALI,” ungkapnya.

Senada dengan hal tersebut, Analis Bank DBS William Simadiputra juga meyakini kinerja Perseroan akan tetap stabil meskipun terjadi volatilitas akibat perang dagang jilid II. Optimisme William disebabkan oleh harga CPO yang masih menguat 31% yoy atau mencapai US$1.052/ton selama kuartal I/2025 berjalan.

Sementara itu, mayoritas konsesus Analis Bloomberg didominasi oleh peringkat Tahan dan Beli untuk saham AALI. Selain Ciptadana Sekuritas, broker lain yang merekomendasikan beli ialah BCA Sekuritas dengan target harga Rp7.650/saham, Binaartha Sekuritas pada target Rp7.750/saham, dan INA Sekuritas sebesar Rp7.350/saham.

Director Godrej International Ltd Dorab Mistry memperkirakan harga CPO semester I/2025 bisa menembus level MYR5.000 per ton. Peningkatan harga terjadi seiring menurunnya produksi di Indonesia dan Thailand, sedangkan permintaan terus mengalami peningkatan seperti pemenuhan mandatori biodiesel. Dia menganggap bila tren kenaikan harga CPO terus berlanjut akan berdampak pada level kompetitif dengan minyak nabati lainnya.

Adapun Oil World masih memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami pemulihan produksi CPO sehingga dapat memenuhi permintaan minyak nabati global. Namun, hal ini baru akan terjadi pada semester II/2025.

Diversity & Inclusivity Pacu Kinerja Astra Agro

Kinerja setahun penuh Astra Agro tidak hanya didasari oleh peningkatan harga dan kenaikan permintaan. Faktor lain yang ikut berkontribusi dalam lesatan kinerja top line dan bottom line ialah optimalisasi aset, pengendalian biaya operasional serta memaksimalkan pendapatan dari anak usaha perusahaan.

Hal tersebut tercatat dalam net profit margin Perseroan yang mengalami perbaikan dari 5,2% pada 2023 menjadi 5,4% pada 2024. Begitu pun margin gross profit yang mengalami pertumbuhan dari 13% menjadi 15% yoy. Padahal kenaikan itu terjadi ketika beban pokok pendapatan tumbuh sebesar 3% yoy menjadi Rp18,47 triliun.

Astra Agro, sebagai bagian dari Grup Astra, senantiasa menghormati keberagaman serta mengedepankan keahlian, pengalaman kerja dan latar belakang pendidikan yang diperlukan untuk memastikan berjalannya pengelolaan dan kepengurusan Perseroan secara efektif oleh anggota Direksi sesuai bidangnya. Selain itu, Astra Agro Sustainability mendukung keberagaman dan inklusivitas di setiap level eksekutif, Direksi, Dewan Komisaris, dengan fokus pada gender sehingga Perseroan dapat mendorong kinerja sejalan dengan prinsip keberlanjutan.

Adapun jumlah karyawati Astra Agro selalu mengalami peningkatan, tahun lalu mencapai 3.460 orang. Salah satunya adalah Tingning Sukowignjo yang kini menjabat sebagai Direktur Keuangan sekaligus Corporate Secretary. Wanita yang meniti karir di Grup Astra itu kini menjadi nahkoda untuk mengoptimalisasi performa dan mengefisienkan beban di tengah industri padat karya sektor perkebunan.