“Gratifikasi diterima, berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," kata jaksa KPK dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu.

 

Andhi Pramono tak melaporkan penerimaan gratifikasi itu ke KPK. Tindakan itu, melanggar Pasal 12C UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

"Terdakwa tidak pernah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut," ujarnya.

 

Perbuatan Andhi Pramono menurut Jaksa KPK, harus dianggap sebagai penerimaan suap. Uang gratifikasi itu diterima Andhi berhubungan dengan jabatannya sebagai pegawai negeri di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Dalam dakwaannya, Jaksa meyakini Andhi Pramono melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana

 

"Penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Perbuatan Terdakwa Andhi Pramono yang menerima gratifikasi itu haruslah dianggap suap, karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau baptis, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," ujar Jaksa KPK. ***