EmitenNews.com - Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di dua pelabuhan, Tanjung Priok Jakarta, dan Tanjung Perak Surabaya, perlu penanganan segera. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, meminta pihak berwenang harus memanggil dan meminta keterangan dari pengangkut.

“Jika sudah jelas siapa yang bertanggung jawab, bisa diminta paksa membayar atau mengembalikan barang itu ke tempat awal pengiriman,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada pers, Minggu (11/8/2024).

Pihak pelabuhan dinilai bisa meminta penetapan kepada pengadilan apabila beras di 1.600 kontainer tersebut tidak bertuan.  Nantinya, pengadilan memutuskan apakah beras tersebut menjadi milik negara atau dimusnahkan sebagai barang ilegal.

“Jika tidak jelas juga pihak pelabuhan bisa minta penetapan ke pengadilan untuk diputuskan menjadi milik negara atau dimusnahkan,” tandasnya.

Satu hal, menurut Abdul Fickar Hadjar, kalau beras 1.600 kontainer itu, diambil tanpa bayar (demurrage), akan menimbulkan konsekuensi hukum, atau tergolong korupsi.

Beras yang tertahan di pelabuhan tersebut akan menjadi kerugian negara apabila tidak dibayarkan dendanya.

“Demurrage atau denda itu yang dihitung sebagai kerugian negara kalau tidak dibayar,” papar Abdul Fickar Hadjar.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar, berisi beras ilegal yang tertahan di  Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.

Data Kemenperin menunjukkan, 1.600 kontainer beras  itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.

Kemenperin menyebut dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian keuangan, ribuan kontainer berisi beras tersebut ilegal.

KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR)  telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas dalam skandal ini.

Mengutip Antara, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto dalam laporannya ke KPK menyebutkan, soal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar itu, menyeret  Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi. ***