EmitenNews - Kantor Staf Presiden (KSP) buka suara soal ribut-ribut dihapusnya limbah batu bara atau yang dikenal sebagai fly ash bottom ash (FABA) dari daftar kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Perlu diketahui, PP 22/2021 hanya menghapus FABA saja, jadi bukan berarti semua limbah batu bara dikeluarkan dari daftar limbah B3," klarifikasi KSP lewat utasnya di akun Twitter.
Dijelaskan, FABA yang berubah status menjadi limbah non B3 hanyalah dari proses pembakaran batubara di luar fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri. Contohnya seperti PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker.
Sedangkan pembakaran batubara yang dilakukan pada temperatur rendah dimana terdapat unburnt carbon yang masih tinggi di dalam FABA dan tidak stabil saat disimpan, masih dikategorikan sebagai limbah B3.
"Perlu diingat, FABA tetap termasuk limbah ya. Namun dikategorikan sebagai limbah non B3, sehingga persyaratan pengelolaannya tetap harus memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan."
Mengutip pengalaman Embay Mulya Syarief, Tokoh Masyarakat Banten, masyarakat sekitar PLTU Suralaya mempergunakan FABA untuk membuat batako & paving block. Berdasarkan penelitian dari ITS, FABA juga dapat dimanfaatkan sebagai campuran pupuk. Maka dengan dikeluarkan dari daftar limbah B3, FABA dapat digunakan sebagai campuran bahan bangunan, jalan, substitusi semen, dan produk lainnya.
KSP menjelaskan pengelolaan FABA menjadi sangat penting, karena pemerintah memperkirakan tahun 2021 ini saja Indonesia menghasilkan 17 juta ton FABA, dan pada tahun 2050 diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat, mencapai 29 juta ton.
"Ada penghematan Rp 74/kWh atau setara dengan Rp3-4 triliun/tahun. Karena sebagaian besar biaya tersebut selama ini menjadi kewajiban pengusaha pembangkit yang selanjutnya membebani PLN. Di mana dalam hal ini, pemerintah akan mensubsidi energi sebesar Rp110 Triliun di tahun 2021."
KSP juga membandingkan dengan negara-negara lain seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, yang juga mengategorikan FABA sebagai limbah non B3 dengan tatacara & standar pengelolaan yang telah ditentukan.
Dengan dikeluarkannya FABA dari daftar limbah B3, pemerintah berharap jumlah timbunan FABA dapat berkurang sehingga dapat memperbaiki kualitas lingkungan hidup.(*)
Related News
Jadi Tersangka Korupsi, Gubernur Bengkulu Siap Tanggung Jawab
OTT di Bengkulu, KPK Tangkap 8 Orang, Salah Satunya Gubernur
Kasus Pemerasan Terhadap SYL, Polda Periksa Firli Bahuri Pekan Depan
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Tersangka Terancam Hukuman Mati
Bertemu di Abu Dhabi, Prabowo-MBZ Sepakat Perkuat Kerja Sama RI-UEA
BPOM Cabut Izin Edar 16 Produk Kosmetik, Cek Daftarnya