EmitenNews.com - KPK menetapkan dua pejabat BPN sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keduanya, Kepala Kanwil BPN Kalimantan Barat 2012-2016 Gusmin Tuarita dan mantan Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor BPN Wilayah Kalbar, Siswidodo. Penyidik menduga mereka menerima suap dari pemohon izin lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Uang korupsi disimpan dalam rekening istri, dan anak-anak.

 

"Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung sejak 24 Maret 2021 sampai 12 April 2021," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers, Rabu (24/3/2021).

 

Gusmin ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih. Sedangkan, Siswidodo di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Kata Lili, sebelumnya dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK Kavling C1 untuk pencegahan penyebaran wabah virus corona penyebab coronavirus disease 2019 atau Covid-19 di lingkungan Rutan KPK.

 

Dalam kasus ini, penyidik KPK telah memeriksa 120 orang saksi terdiri atas pihak BPN dan pihak lainnya. Jumat (29/11/2019), penyidik telah menetapkan Gusmin dan Siswidodo sebagai tersangka kasus gratifikasi terkait penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) untuk sejumlah perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat. Dalam kurun waktu 2013-2018, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah ataupun melalui Siswidodo. 

 

Atas penerimaan uang korupsi tersebut, Gusmin telah menyetorkan secara sendiri maupun melalui orang lain uang tunai Rp22,23 miliar. Uang haram itu, disetorkan ke rekening pribadi Gusmin, rekening istri, dan rekening anak-anaknya. Sementara, uang tunai yang diterima Siswidodo dikumpulkan para bawahan, dijadikan uang operasional tidak resmi di samping untuk keperluan pribadi. 

 

Saat penetapan Gusmin Tuarita dan Siswidodo sebagai tersangka kasus gratifikasi terkait penerbitan HGU itu, Wakil Ketua KPK (ketika itu) Laode M Syarif, mengungkapkan, masih adanya praktik gratifikasi, termasuk dalam penerbitan HGU untuk sejumlah perkebunan sawit di Kalimantan Barat menjadi salah satu penghambat investasi. "Hal ini tentu dapat saja mendorong praktik ekonomi biaya tinggi dan juga tidak tertutup kemungkinan menjadi faktor penghambat investasi."

 

Praktik gratifikasi itu menyulitkan para pelaku yang ingin mendirikan usaha perkebunan atau pertanian. Karena, mereka harus mengeluarkan biaya ilegal. Praktik gratifikasi di bidang pertanahan juga bertentangan dengan keseriusan pemerintah untuk membenahi pelayanan di sektor pertanahan serta memberikan kepastian hukum pada pemilik tanah. Bagi KPK, kata Laode, praktik penerimaan gratifikasi ini sangat memprihatinkan. Mestinya, para pejabat negara di BPN melayani masyarakat, baik perorangan ataupun perusahaan terkait pertanahan. ***