EmitenNews.com - Bursa Karbon (Carbon Exchange), yang mencatat perdagangan efek berbasis karbon itu dicanangkan tahun 2023 ini akan hadir di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan pajak perdagangan karbon bisa dijalankan tahun ini. Penetapan pajak karbon akan dilakukan bersamaan dengan pembentukan bursa perdagangan karbon.


"Harus. Kalau bursa mau jalan tahun ini, pajak jalan tahun ini juga," kata Mahendra beberapa waktu lalu.


Mahendra menyebutkan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan dan juga mekanisme pembentukan bursa perdagangan karbon. "Kita lagi siapkan bursanya. Jadi peraturannya maupun mekanismenya. Memang kita lagi siapkan karena keputusan UU-nya belum siap. Bursa karbon ini akan digelar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, peraturannya pun segera ditetapkan."


Sementara itu kepada EmitenNews.com, Jumat (7/4/2023), Direktur Pengembangan Bisnis BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan, semuanya saat ini  dalam proses koordinasi. “Persiapan Bursa Karbon masih tetap dalam koordinasi. Nanti kami update lagi."


Jeffrey mengungkapkan pemerintah telah mengakui peran penting yang dapat dimainkan oleh industri jasa keuangan dalam memperkuat komitmen keberlanjutan negara. BEI sedang mempersiapkan kemungkinan menjadi tempat pertukaran karbon di Indonesia dan memulai diskusi dengan beberapa pihak untuk memperdalam pengetahuan kita.


Seperti tertuang dalam pr@mvgx.com yang menyebutkan diskusi mengenai bursa karbon itu termasuk dalam membangun infrastruktur dan ekosistem pertukaran karbon yang kuat yang akan mendukung rencana negara mengembangkan ekosistem keuangan berkelanjutan.


Lalu, sebenarnya apa itu bursa karbon? Apa yang melatarbelakangi lahirnya bursa karbon? Dari beberapa literasi disebutkan bursa karbon merupakan sistem yang mengatur pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, dan status kepemilikan unit karbon. Hal ini sebagai mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon.


Payung hukum dari bursa karbon di Indonesia  ada setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan Dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Secara spesifik bursa karbon disebut dalam Bagian Ketiga Pasal 23 UU PPSK yang menggunakan model omnibus law tersebut. Dengan adanya landasan hukum tersebut, pemerintah perlu segera mempersiapkan dan merealisasikan bursa karbon tersebut.


Mengenai urgensi untuk  merealisasikan bursa karbon itu, tahun 2030 negara-negara peserta konferensi perubahan iklim dunia (COP) yang berjumlah 196 negara harus mencapai target pengurangan emisinya. Sesuai hasil pencapaian pengurangan emisi tiap negara pada COP 26 di Glasgow tahun 2021 dan COP tahun 2022 di Mesir maka diperkirakan pada 2030 banyak negara yang belum mampu memenuhi kewajiban pemenuhan pengurangan emisi nasional (Nationally Determined Contribution /NDC) yang menjadi target masing-masing negara tersebut.


Persetujuan Paris (COP) bersifat mengikat secara hukum dan diterapkan semua negara (legally binding and applicable to all) dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan. Berdasarkan kemampuan masing-masing (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), termasuk dalam hal ini Indonesia telah meratifikasi COP melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nation Framework Convention On Climate Change.


Terlepas dari keterdesakan untuk memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca, kehadiran bursa karbon memang diperlukan koordinasi dan persiapan yang matang baik dari sisi sistem mau kesiapan dari infrasturktur dan dukungan informasi teknologi (IT) solutionnya yang mumpuni.


Yuk mari kita tunggu saja hadirnya Carbon Exchange di Indonesia.***