EmitenNews.com - World Animal Protection (WAP) menyambut baik deklarasi untuk mengendalikan resistensi antimikroba yang dilakukan sejumlah pelaku usaha. Industri peternakan diminta untuk lebih berkomitmen kepada penerapan standar kesejahteraan hewan/ayam yang lebih baik atau Better Chicken Commitment (BCC). Pemerintah didorong merevisi peraturan yang sudah ada agar selaras dengan regulasi  terbaru yang menjadi acuan industri di dunia.


“Namun masalah utamanya  bukan pada pengurangan pemakaian antimikroba. Penerapan kesejahteraan hewan bakal mengurangi pemakaian antimikroba yang selama ini berlebihan,” kata Manajer Komunikasi Indonesia, Rully Prayoga dalam siaran persnya pada Rabu (23/11/2022).


Rully menyerukan industri peternakan untuk lebih berkomitmen kepada penerapan standar kesejahteraan hewan/ayam yang lebih baik atau Better Chicken Commitment (BCC). Ada 4 ukuran yang dipakai. Pertama, kepadatan  maksimum 30 kg/m2 yang memungkinkan ayam untuk bergerak dan melebarkan sayapnya. Kedua, penyediaan anjungan untuk bertengger. Selain itu jerami atau  bahan lainnya yang membantu ayam memenuhi perilaku alami mereka, dan meningkatkan aktivitas dan kesehatan.


Ketiga, pencahayaan kandang yang alami agar ayam dapat berkembang bebas. Keempat,  penggunaan bibit ayam yang tumbuh lebih lambat dengan kesejahteraan hewan yang tinggi, yang terbukti mampu menghindari masalah kesehatan yang disebabkan oleh pertumbuhan cepat yang tidak wajar.


“Jika pengusaha peternakan menerapkan BCC maka tidak perlu lagi mereka menggunakan antibiotik berlebih yang memicu terjadinya resistensi antimikroba pada ayam,” ujarnya.


Pada 22 November 2022, perwakilan dari PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Elanco Animal Health Indonesia, PT Satya Samitra Niagatama, PT Agrinusa Jaya Santosa, dan PT Medion Farma Jaya membuat deklarasi untuk mengendalikan resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR). Deklarasi itu diketahui oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah.


Deklarasi tersebut dilakukan untuk memperingati Pekan Perayaan Kesadaran Antimikroba Sedunia yang jatuh setiap tanggal 18-24 November.  Ada lima komitmen yang disampaikan para pengusaha. Pertama, berkomitmen pada penggunaan antimikroba dengan bijak, yang tepat jenis dan tepat dosis berdasarkan resep tenaga kesehatan hewan.


Kedua,  komitmen menerapkan kontrol infeksi dengan meningkatkan biosekuriti, vaksinasi dan tindakan pencegahan  untuk mengurangi tingkat infeksi yang membutuhkan pengobatan antimikroba. 


Ketiga, mengurangi cemaran antimikroba di lingkungan melalui pengurangan penggunaan antimikroba di peternakan dan penerapan manajemen limbah yang baik.  Keempat, komitmen untuk berinvestasi dalam pemanfaatan vaksin,  antimikroba inovatif dan teknologi baru untuk menekan laju resistensi antimikroba.


Kelima, komitmen untuk berkolaborasi antara industri dan peneliti/akademisi dalam riset-riset untuk mengatasi tantangan dalam penemuan antimikroba baru maupun diagnostik dan kolaborasi berbagi data dan informasi untuk memerangi resistensi antimikroba.


Rully Prayoga memaparkan hasil riset  WAP, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) pada Juli 2021.  Studi tersebut berjudul Laporan Pengujian Daging Broiler Resistensi Antimikroba di Jabodetabek


"Temuan penelitian ini mengagetkan karena antibiotik terlarang dan antimicrobial resistance (AMR) banyak ditemukan pada daging ayam yang berasal dari produsen ayam ternama," ujar Rully.


Jika konsumen makan daging ayam yang mengandung bakteri resisten jatuh sakit, tidak ada lagi antibiotik yang bisa digunakan. ***