EmitenNews.com - Korban investasi bodong tidak bisa berharap banyak uangnya kembali. Sejauh ini, per 24 Maret 2022, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyetop transaksi investasi ilegal Rp502 miliar. Jumlah tersebut jadi bagian atas Rp588 miliar uang yang dibekukan dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga Selasa (5/4/2022). PPATK meminta para korban tidak terlalu berharap dananya bisa kembali.

 

"Per tanggal 24 Maret 2022, PPATK telah menghentikan sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal sebesar Rp502 miliar, dengan jumlah 275 transaksi," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (5/4/2022).

 

PPATK juga masih menyelidiki adanya indikasi praktik investasi bodong yang secara total nilai mencapai Rp35,7 triliun lebih. Angka itu merupakan perkiraan total transaksi dari berbagai laporan yang diterima PPATK.

 

"Rp35,7 triliun itu angka yang dilaporkan penyedia jasa keuangan dalam laporan yang diterima PPATK. Karena saat mereka beli mobil dilaporkan kepada PPATK, ada 226 laporan transaksi mencurigakan. Angkanya Rp35,160 triliun. Itu yang dilaporkan. Yang PPATK hentikan sekitar Rp600 miliar kurang sedikit. Ini sudah kami laporkan juga ke komite nasional," ujar Ivan.

 

Namun, PPATK meminta nasabah korban investasi bodong tidak terlalu berharap uangnya bisa kembali. Belajar dari kasus-kasus sebelumnya, uang yang ditanam untuk investasi ilegal kebanyakan mati karena tidak diputar. Dana yang ada untuk investasi itu, tidak digunakan untuk bisnis yang memiliki revenue, sehingga dia menjadi sesuatu yang mati, tidak bergerak.

 

“Kami tidak bisa menjanjikan apapun juga kepada masyarakat. Dalam modus serupa, kami selalu mengatakan bahwa dalam banyak kasus yang kami tangani, misal First Travel kemudian Langit Biru dan beberapa kasus serupa, uang masyarakat hilang," ungkap Ivan Yustiavandana. ***