Rencana Bahlil Setop Impor BBM dari Singapura, Dinilai tidak Ekonomis

Ilustrasi kilang minyak. Dok. Inilah.
EmitenNews.com - Rencana pemerintah menyetop impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura, apalagi dengan mengalihkannya ke Timur Tengah, dan Amerika. Rencana Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu dinilai tidak logis, dan tidak ekonomis, sehingga harus dipertimbangkan secara matang. Perlu kajian teknis, dan ekonomis sebelum mengambil keputusan final.
Dalam keterangannya yang dikutip Rabu (14/5/2025), Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) Mulyanto mengatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia harus mempertimbangkan dengan cermat rencana menyetop impor BBM dari Singapura.
“Perlu kajian secara teknis maupun ekonomis. Tidak boleh sekedar berbasis etno-nasionalis yang berlebihan,” kata Mulyanto seperti ditulis Tempo.
Rencana tersebut dinilai dapat menimbulkan anggapan publik bahwa hal itu hanya sekadar akal-akalan untuk meningkatkan bargain politik komoditas dalam rangka 'ganti pemain' para mafia impor minyak.
"Publik menilai ini hanya sekedar akal-akalan saja," ujar anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019-2024 itu.
Bukan apa-apa. Letak Singapura yang dekat dengan Indonesia menjadi kelebihan. Secara respirokal, Singapura juga mengimpor gas dan listrik dari Indonesia. Dari segi kapasitas, Singapura memiliki kilang minyak mentah berkapasitas 1,5 juta barel per hari, yang berarti lebih tinggi ketimbang kilang Indonesia yang hanya 1 juta barel per hari.
“Selain itu, harga minyak di sana relatif kompetitif. Pertamina dapat membuka harga impor ke publik agar semakin transparan,” ujar Mulyanto.
Satu hal, terlepas dari hal tersebut, Mulyanto mengatakan pemerintah harus meningkatkan lifting minyak yang terus merosot. Selain itu, memperbaiki kilang-kilang minyak nasional. Langkah ini menjadi upaya konkret untuk mengurangi ketergantungan impor BBM.
Dalam pandangan Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi rencana pemerintah menyetop impor BBM dari Singapura sebagai langkah keliru. Sebab, rencana impor BBM tidak rasional secara ekonomi dan justru berpotensi merugikan Indonesia.
Rencana itu juga mengabaikan realitas rantai pasok dan efisiensi energi. BBM dari Singapura telah melalui proses blending di kilang mereka sehingga sesuai kebutuhan domestik, terutama jenis seperti Pertalite yang tidak dijual di pasar global.
“Kalau kita impor dari Amerika atau negara lain, belum tentu bisa sesuai spesifikasinya. Apalagi ongkos kirimnya lebih mahal,” ujar Fahmy Radhi, Senin (12/5/2025).
Satu hal lagi, sebenarnya BBM yang diimpor dari Singapura hasil pengolahan minyak mentah dari kawasan Timur Tengah. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa negara tersebut menjadi eksportir BBM terbesar di Indonesia.
“Singapura memang tidak punya cadangan minyak, tapi mereka punya kilang canggih dan infrastruktur yang lengkap. Itu sebabnya BBM dari sana bisa memenuhi spesifikasi kilang kita,” kata Fahmy.
Fahmy menduga wacana pengalihan impor BBM dari Singapura ini tak lepas dari tekanan dagang Amerika Serikat, terutama sejak era Presiden Donald Trump. “Amerika ingin menekan defisit perdagangan dengan Indonesia. Karena tidak mungkin kita impor mobil atau produk manufaktur, maka minyak menjadi sasaran.”
Dari sisi ekonomi, Fahmy mengatakan bahwa rencana ini keliru. Kalau dihitung dari aspek cost and benefit, lebih besar ruginya. Belum lagi risiko rantai pasok yang terganggu.
Seperti diketahui, Kamis (8/5/2025), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan rencana untuk menyetop impor minyak dari Singapura. Ia mengemukakan, 54 persen impor minyak Indonesia berasal dari Singapura.
“Singapura negara yang tidak punya (bukan penghasil) minyak, tapi kita beli dari sana,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu, Kamis, 8 Mei 2025, di DPP Partai Golkar, Jakarta.
Related News

Program MBG Alami Banyak Persoalan, Ombudsman Catat Penyebabnya

Jalani Hukuman 12 Tahun Penjara, SYL Kini Huni Lapas Sukamiskin

Dewan Pers Kini Dipimpin Mantan Rektor UIN Jakarta

Ternyata! Tidak Mudah Tertibkan Truk ODOL, Ini Alasannya

Akhir Mei Presiden Prabowo Akan Terima Kunjungan Presiden Macron

BNN Ungkap Potensi Transaksi Belanja Narkoba di Indonesia Rp524T