EmitenNews.com - Tim tarif yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim mendapat apresiasi dari pemerintah Amerika Serikat. Dalam laporannya kepada Presiden Prabowo Subianto, Senin (28/4/2025), Airlangga menyampaikan bahwa AS mengapresiasi poin-poin negosiasi yang disampaikan delegasi Indonesia.

Dalam keterangan pers di Kantor Presiden yang disiarkan secara daring, Senin, tim Airlangga Hartarto melaporkan kepada Presiden bahwa secara prinsip apa yang ditawarkan Indonesia dalam bentuk surat yang diajukan 7 April dan 9 April 2025, mendapatkan apresiasi dari Amerika. Karena surat yang Indonesia masukkan relatif komprehensif.

“Tawaran Indonesia tidak hanya bicara mengenai tarif, juga mengenai non-tarif, dan rencana Indonesia menyeimbangkan neraca perdagangan. Jadi kita sebut itu fair and square," kata mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. 

Indonesia menawarkan neraca perdagangan AS dengan Indonesia surplus USD19,5 miliar, yang berarti di atas perhitungan rata-rata surplus neraca perdagangan sekitar USD19 miliar. Selain itu, ada sejumlah komoditas yang akan dibeli Indonesia dari AS. 

Belum cukup. Dalam rangka negosiasi, perusahaan Indonesia, yakni Indorama, akan melakukan investasi di Louisiana untuk blue ammonia. Airlangga menyampaikan bahwa dalam negosiasi, pemerintah Indonesia meminta adanya penerapan tarif yang bersifat timbal balik (resiprokal). 

"Artinya untuk komoditas-komoditas utama Indonesia yang diekspor ke Amerika, Indonesia minta agar tarif kita setara dengan negara lain, apakah itu Vietnam, apakah itu Bangladesh, sehingga kita dengan yang lain itu dapat equal level playing field," kata Airlangga Hartarto.

Indonesia dan AS telah menandatangani non-disclosure agreement. Artinya, apa saja poin-poin yang dibahas oleh kedua negara hanya untuk kedua belah pihak. Tidak publish ke masyarakat ataupun ke pihak lain. Jadi, secara geopolitik tentu Indonesia dianggap penting oleh Amerika.

"Bapak Presiden memberikan arahan bahwa apa yang kita tawarkan itu adalah win-win solution dan kita tidak membedakan satu negara dengan negara lain," ungkap Airlangga Hartarto. ***