Kebijakan suku bunga tersebut didukung oleh penguatan stabilisasi nilai Rupiah  melalui: (i) intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; (ii) penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar keuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri; serta (iii) penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk implementasi penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

 

BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan  kredit/pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi (minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), dan pariwisata dan ekonomi kreatif, UMKM, KUR, Mikro, dan hijau bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2023. 

 

Kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan diperkuat lebih lanjut dengan: mempertahankan (a) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0% dan (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%;         

 

melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan) bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu, berlaku efektif 1 Januari s.d. 31 Desember 2024;

 

melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru, untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Januari s.d. 31 Desember 2024;

 

melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%.  Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan, berlaku mulai 1 Desember 2023; serta memperkuat pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.

 

BI terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus ditingkatkan untuk efisiensi transaksi serta perluasan inklusi dan ekosistem EKD, antara lain melalui implementasi kebijakan QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, Setor Tunai), perluasan kerja sama dan implementasi QRIS Antarnegara, serta perluasan akseptasi penggunaan Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah melalui program edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif dengan daya jangkau yang lebih luas. Keandalan sistem pembayaran akan terus ditingkatkan untuk menjamin stabilitas transaksi perekonomian.

 

BI juga terus mengarahkan seluruh kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI memperkuat kerja sama internasional dan memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta memperkuat sinergi dengan K/L terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan dan diseminasi deliverable ASEAN. BI terus bersinergi secara erat dengan Pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI juga melanjutkan pendalaman pasar uang dan valas, berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah. Kebijakan tersebut diperkuat dengan perluasan instrumen lindung nilai dan perluasan kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.