Upaya menjaga stabilitas makrekonomi dan pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan tingginya ketidakpastian global diperkuat dengan koordinasi kebijakan BI dan kebijakan fiskal Pemerintah yang terus ditingkatkan. Koordinasi pengendalian inflasi dalam TPIP dan TPID juga diperkuat melalui GNPIP di berbagai daerah, demikian pula koordinasi dalam akselerasi digitalisasi sistem pembayaran melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).

 

Sektor perbankan mampu menunjukkan resiliensi dengan permodalan yang tinggi dan kinerja intermediasi yang tetap positif. Permodalan perbankan tetap solid ditinjau dari Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan yang tinggi sebesar 27,41%. Fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan baik dalam menopang perekonomian, baik dari sisi pembiayaan (perkreditan) maupun dalam penghimpunan dana. Pada September 2023, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,96% yoy (prev: 9,06% yoy) menjadi Rp6.837,30 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,19% yoy. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 meningkat sebesar 6,54% yoy (prev: 6,24% yoy) atau menjadi sebesar Rp8.147,17 triliun, dengan kontribusi terbesar dari Giro yang tumbuh sebesar 9,84% yoy.

 

Likuiditas industri perbankan pada September 2023 dalam level yang memadai dengan risiko kredit yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) berada pada 115,37% (prev: 118,50%) dan 25,83% (prev: 26,49%), masih jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77% (prev: 0,79%) dan NPL gross sebesar 2,43% (prev: 2,50%). Pemulihan ekonomi yang terus berlanjut di sektor riil mendorong penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 di September 2023 sebesar Rp9,17 triliun menjadi Rp316,98 triliun (prev: Rp326,15 triliun), dengan jumlah nasabah yang menurun menjadi 1,32 juta nasabah (prev: 1,46 juta nasabah).

 

Meningkatnya volatilitas dan persepsi risiko di pasar keuangan global berpengaruh terhadap kinerja pasar modal domestik, namun penghimpunan dana melalui pasar modal tetap positif. Kinerja IHSG hingga 27 Oktober 2023 tercatat melemah sebesar 1,34% ytd. Investor nonresiden mencatatkan outflow di pasar saham sebesar Rp11,61 triliun ytd. Sementara itu, tren pertumbuhan jumlah investor pasar modal terus berlanjut yang mencapai 11,86 juta investor. Penghimpunan dana korporasi melalui pasar modal masih melanjutkan tren positif, dengan nilai penghimpunan dana per 27 Oktober 2023 tercatat sebesar Rp204,14 triliun, termasuk oleh 68 emiten baru. Pencapaian ini telah melampaui target emisi penghimpunan dana di pasar modal tahun 2023, yakni sebesar Rp200 triliun.

 

Pada sektor Industri Keuangan Non-Bank, industri asuransi dan dana pensiun menunjukkan kinerja yang positif. Secara umum permodalan di industri asuransi terjaga, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) yang di atas threshold masing-masing sebesar 451,23% dan 308,97%. Sementara itu, dana pensiun juga tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 6,85% yoy dengan nilai aset sebesar Rp360,62 triliun.

 

Pada perusahaan pembiayaan, pertumbuhan piutang pembiayaan masih di level yang tinggi dengan profil risiko yang terkendali. Piutang pembiayaan tumbuh sebesar 15,42% yoy pada September 2023, didukung pembiayaan modal kerja dan multiguna yang masing-masing tumbuh sebesar 26,46% yoy dan 13,79% yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,68% dan NPF gross sebesar 2,59%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,23 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Sementara itu, pada fintech peer to peer (P2P) lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan di September 2023 meningkat menjadi 14,28% yoy (prev: 12,46%), dengan nominal sebesar Rp55,70 triliun (prev: Rp53,12 triliun) dan penyaluran kepada pelaku UMKM sebesar Rp20,37 triliun (36,54% dari total pembiayaan P2P). Adapun tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) turun menjadi 2,82%.

 

OJK terus mendorong perluasan jangkauan program literasi dan edukasi keuangan melalui pelaksanaan kegiatan secara online maupun offline yang diharapkan dapat menjangkau masyarakat di seluruh Indonesia. Pada bulan Oktober 2023 ini, dalam rangka menyemarakkan Bulan Inklusi Keuangan yang rutin diselenggarakan setiap tahun, OJK bersama seluruh stakeholder Kementerian/Lembaga terkait, SRO, Asosiasi, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan e-commerce telah menyelenggarakan lebih dari 130 program penguatan literasi dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. Selanjutnya, dari sisi pelindungan konsumen, hingga 20 Oktober 2023, OJK telah menerima 247.546 permintaan layanan, termasuk 18.010 pengaduan, 88 pengaduan berindikasi pelanggaran, dan 1.824 sengketa yang masuk ke dalam Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

 

Sejak diterbitkannya POJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, antusiasme atas pengembangan inovasi di sektor jasa keuangan sangat tinggi, di mana terdapat 458 proposal permohonan pencatatan sebagai penyelenggara ITSK yang masuk ke OJK dalam rangka Regulatory Sandbox. Sampai dengan Oktober 2023, terdapat 99 penyelenggara ITSK yang tercatat untuk mengikuti Regulatory Sandbox yang terbagi dalam 14 klaster model bisnis. Adapun 3 klaster model bisnis dengan jumlah penyelenggara terbanyak adalah Agregator (29 Penyelenggara ITSK), Innovative Credit Scoring (17 Penyelenggara ITSK), dan Transaction Authentication (8 Penyelenggara ITSK).

 

Merespons perkembangan terkini di pasar keuangan global, OJK terus mencermati dampak volatilitas pasar dan kenaikan signifikan yield surat utang terhadap pasar modal dan lembaga jasa keuangan domestik. Dalam rangka menjaga ketahanan dan stabilitas SJK pada saat terjadinya fluktuasi di pasar keuangan, LJK juga diharapkan untuk terus memonitor perkembangan portofolio investasi yang dimilikinya.