EmitenNews.com -Nama Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan yang menggantikan Sri Mulyani terus masuk dalam radar pemberitaan publik. Gaya bicaranya yang blak-blakan dan terkesan sangat ramah ke awak media membuat dirinya langsung menjadi salah satu pejabat yang “media darling” sampai saat ini.

Sosok Purbaya dinilai menjadi antitesis dari Menteri Keuangan sebelumnya yang terkesan sangat berhati-hati saat tampil dan menyampaikan informasi ke publik. Purbaya justru sebaliknya karena sangat “to the point” menyampaikan opininya berkaitan suatu isu dan langsung membeberkan rencana aksi yang akan dilakukan. 

Publik akhirnya bisa menangkap bahwa perbedaan Purbaya dan Sri Mulyani ternyata bukan sekadar soal gaya dan sikapnya melainkan juga terkait kebijakan. Beberapa hari setelah dilantik sebagai Menteri, Purbaya langsung mengumumkan salah satu kebijakan besarnya yaitu menarik dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia dan menyalurkannya ke 4 bank Himbara. 

Purbaya mengatakan bahwa dirinya tidak mau ada uang nganggur dan lebih memilih untuk menyalurkannya untuk meningkatkan likuiditas pasar sehingga sistem ekonomi bisa berjalan. Konon di era sebelumnya, dana besar di Bank Indonesia memang sengaja disimpan sebagai dana cadangan alias untuk berjaga-jaga. Sekali lagi ini memang mencerminkan karakter kebijakan Menteri sebelumnya yang dikenal sangat berhati-hati.

Belum cukup berkaitan kebijakan penyaluran dana Rp200 triliun, Purbaya juga sudah mengirimkan sinyal akan segera melakukan evaluasi serius terkait cukai rokok. Dengan gaya bahasa blak-blakan dan bernada guyon, Purbaya bahkan mengatakan kebijakan cukai selama ini bergaya Firaun alias keterlaluan. Lebih lanjut, Purbaya mengatakan akan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam peredaran rokok ilegal.       

Kebijakan lainnya yang tak kalah menghebohkan akhir-akhir ini adalah rencana Purbaya mengejar ratusan penunggak pajak yang konon nama-namanya sudah ada di kantong pemerintah. Purbaya bahkan sudah menyebut kisaran angka Rp60 triliun yang berpotensi masuk menjadi pendapatan negara bila nantinya itu benar-benar direalisasikan.   

Dengan kata lain, Purbaya ingin menegaskan tidak akan kompromi dengan para penunggak pajak. Suatu hal yang sangat berbeda dengan sebelumnya, bila kita ingat dulu sangat dikenal kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty yang sampai berjilid-jilid.

Banyak yang meyakini bahwa Purbaya sepertinya tak akan pernah berhenti melainkan akan terus melakukan gebrakan menyasar sektor-sektor yang dianggap strategis dan potensial. Sampai-sampai saat ini muncul istilah “Purbayanomics”.         

Pasar saham kita 

Euforia terhadap kebijakan Menteri Keuangan baru juga mulai terasa di pasar saham kita. Sebelumnya IHSG sempat turun cukup dalam pasca pengumuman pencopotan Sri Mulyani.

Saat itu banyak yang menganggap keputusan tersebut sebuah blunder besar karena mengingat reputasi Sri Mulyani yang dianggap masih sulit dicari tandingannya dan dipersepsikan sebagai sosok yang paling mampu mengawal sektor keuangan di tengah kondisi ketidakpastian seperti saat ini.    

Pesimisme kian menguat setelah munculnya nama Purbaya sebagai pengganti. Sosoknya benar-benar diragukan mengingat jabatan terakhirnya sebagai Ketua Dewan Komisioner LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), sebuah lembaga yang konon menurut pengakuan Purbaya sendiri, baru akan bekerja keras saat ada masalah bank yang bangkrut.      

Persepsi tersebut ternyata salah besar. Purbaya cuma butuh waktu beberapa hari saja untuk bisa mencuri perhatian sekaligus simpati publik. Saat ini, banyak pihak mulai berbalik mendukung sekaligus terus menanti gebrakan kebijakan yang akan dilakukannya. 

Tentu saja, tetap ada pihak-pihak yang terus memberikan catatan kritis terhadap kebijakan Purbaya. Ini sah dan wajar-wajar saja. Terkait kebijakan penyaluran dana Rp200 triliun misalnya, ekonom senior Didik J Rachbini bahkan menuding Purbaya sudah melanggar ketentuan perundang-undangan. 

Kembali lagi berkaitan dengan pasar saham kita yang belakangan mulai bergairah dan menggeliat. Saham-saham khususnya di dua sektor yang terkait langsung dengan kebijakan Purbaya yakni perbankan dan industri rokok mulai mengalami peningkatan.        

Sangat menarik tentunya. Bila kita tarik lebih jauh, dua sektor ini dulunya memang bisa dikatakan sebagai penopang utama IHSG. Namun seiring berjalannya waktu, dua sektor tersebut justru mengalami tekanan dan penurunan yang cukup dalam. Sektor rokok lebih tragis dan sempat diyakini seolah sudah tak punya harapan lagi. 

Purbaya yang rekam jejaknya selama puluhan tahun bersinggungan langsung dengan pasar saham sepertinya menyadari fenomena dan fakta tersebut. Purbaya dalam beberapa kesempatan juga mengatakan bahwa dirinya sangat optimis terhadap masa depan pasar saham kita.