EmitenNews.com - Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI) hadir dalam rapat Pansel Calon Pimpinan dan Dewas Pengawas KPK 2024-2029, di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (10/6/2024). Dalam agenda Masukan dari CSO itu, anggota Taskforce KAKI, James Simanjuntak menekankan pada tata kelola dan etika moral, kriteria terpenting untuk calon pimpinan KPK, baik Dewan Pengawas maupun Komisioner.

Sesuai latar belakang KAKI sebagai pegiat antikorupsi dari perspektif korporasi, James Simanjuntak menyampaikan sejumlah usulan berkaitan dengan pentingnya tata kelola, dan etika moral itu. Di antaranya, perlunya pansel melakukan pemetaan terhadap KPK, yang intinya permasalahan dan apa saja yang harus KPK improve.

Pansel harus mereview kriteria apa saja yang diperlukan di Dewan Pengawas dan Komisioner KPK untuk dapat memperbaiki tata kelola KPK saat ini. Untuk sangat penting etika, transparansi, akuntabilitas, dan independensi dari Pansel.

Menurut James Simanjuntak, Calon Pimpinan KPK harus mengenal tata kelola KPK. Untuk itu, pansel dapat membuat indikator pengujian agar pimpinan KPK selanjutnya dapat memperbaiki KPK sebelumnya.

Satu hal, KAKI mengapresiasi Pansel Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK 2024-2029 yang mengadakan pertemuan untuk mendapat masukan dari CSO dan beberapa elemen masyarakat lainnya.

Harapannya, masukan-masukan yang disampaikan dapat diserap dan diimplementasikan agar proses seleksi dapat berjalan transparan dan akuntabel, serta mendapatkan calon Pimpinan KPK 2024-2029 yg terbaik dan berintegritas tinggi. 

Seperti diketahui KAKI / CAC Indonesia, suatu platform bagi sektor swasta Indonesia untuk secara kolektif menciptakan, mengadopsi, dan menyebarkan antikorupsi yang efektif dan kebijakan kepatuhan, mengambil inisiatif untuk mengurangi korupsi dan mempromosikan ekosistem bisnis yang bersih.

Sembilan anggota panitia seleksi calon pimpinan KPK 

Seperti diketahui Presiden Joko Widodo telah menandatangani susunan sembilan nama anggota panitia seleksi calon pimpinan dan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) 2024-2029. Kepada pers, 31 Mei 2024, usai meninjau Pasar Lawan Agung di Sumatera Selatan, Jokowi menyebutkan, komposisi pansel tersebut seimbang antara unsur pemerintah dan profesional. 

Dalam pengumumannya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan bahwa pansel capim KPK akan dipimpin oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh. Sedangkan, Rektor Institut Pertanian Bogor yang juga Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Arif Satria ditunjuk menjadi wakil ketua pansel capim KPK. 

Mereka diperkuat oleh tujuh orang anggota. Masing-masing, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Nawal Nely yang kini menjabat komisaris PT PLN (Persero), Kepala Sekretariat Wakil Presiden yang juga ekonom, Ahmad Erani Yustika. 

Lainnya, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Ambeg Paramarta, ahli hukum pidana yang juga akademisi Universitas Andalas Elwi Danil, Deputy Director Eksekutif Transparency International Indonesia Rezki Sri Wibowo, dan akademisi ilmu hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman. 

Pratikno juga menekankan, komposisi itu sudah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Anggota Dewas KPK. 

"Di situ disebutkan ketuanya dari unsur pemerintah pusat. Jadi anggotanya atau anggota panselnya ada sembilan orang. Lima orang dari unsur pemerintah pusat dan empat dari unsur masyarakat," ujar mantan rektor Universitas Gadjah Mada ini.

Pansel capim KPK mulai bekerja secepatnya, berkantor di Gedung Kementerian Sekretariat Negara hingga 20 Desember 2024. Pada 20 Desember mendatang tugas pansel selesai dengan baik.

Bagi Indonesia Corruption Watch (ICW), komposisi pansel capim KPK yang didominasi unsur pemerintah patut dikritik. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpandangan, komposisi yang didominasi unsur pemerintah akan menimbulkan kecurigaan publik bahwa pansel bakal diintervensi. Ia khawatir, proses penjaringan calon pimpinan KPK dan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjadi tidak independen. 

“Justru dengan komposisi dominasi pemerintah itu timbul sangka-sangka di tengah masyarakat terkait dengan adanya dugaan atau keinginan pemerintah untuk cawe-cawe atau intervensi,” ujar Kurnia Ramadhana.