EmitenNews.com - Tampil sebagai saksi ahli di persidangan berbuah kasus hukum. Itulah yang dialami Bambang Hero Saharjo. Guru besar IPB yang menyimpulkan Rp271 triliun kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dari kasus korupsi timah itu, dilaporkan ke Polda Bangka Belitung. Padahal, kerugian yang dihitungnya sudah terbukti di pengadilan. Kejagung meminta semua pihak taat asas.

Bambang Hero Saharjo adalah saksi ahli kasus korupsi tata niaga timah PT Timah Tbk. (TINS) 2015-2022 yang ditunjuk Kejaksaan Agung. Pelapornya adalah Andi Kusuma dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel.

Direktur Kriminal Umum Polda Babel Kombes Nyoman Merthadana mengakui pihaknya telah menerima laporan itu. Polisi akan mendalami laporan tersebut.

"Laporan sudah masuk ke SPKT. Tentunya kami dalami dulu," ujar Kombes Nyoman.

Dalam keterangannya kepada wartawan di Mapolda Babel, seperti dikutip Sabtu (11/1/2025), Andi Kusuma menjelaskan pihaknya melaporkan sang guru besar dengan Pasal 242 KUHPidana, yang mengatur tentang pemberian keterangan palsu di atas sumpah. “Karena saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi dari Kejagung, di situ disampaikan malas untuk menjawab soal rincian kerugian negara." 

Dalam penilaian Andi Kusuma, Bambang Hero Saharjo bukan ahli perhitungan kerugian negara. Dia menuding Bambang tidak kompeten melakukan penghitungan kerugian lingkungan dalam kasus ini.

"Bapak Bambang Hero ini bukan ahli di bidang perhitungan kerugian negara, dia hanya (ahli) lingkungan. Pengambilan sampel itu pun dari satelit," tegas Andi Kusuma.

Dalam anggapan Andi Kusuma, perhitungan kerugian itu berimbas kepada kondisi perekonomian di Babel. Ekonomi di Babel, kata Andi, masih terpuruk.

"Kalau memang konteksnya Rp271 triliun ada, benar adanya, kami support. Kami dukung. Tapi tolong buktikan, dalam hal putusan jelas-jelas tidak mencapai Rp271 triliun," ujarnya.

Perhitungan Bambang Hero Saharjo terbukti di pengadilan

Satu hal, dalam persidangan, Jaksa telah menguraikan metode serta total kerugian lingkungan seperti hitungan Bambang dalam berkas dakwaan para terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah. 

Jaksa mengatakan terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat tambang timah PT Timah di Babel. Hal itu diketahui dari citra satelit yang diambil sejak 2015 hingga 2022.

Bambang kemudian melakukan identifikasi laboratorium terhadap temuan tersebut. Hasilnya, kawasan hutan itu sudah terganggu cukup parah.

Akibat kegiatan penambangan secara melawan hukum telah mengakibatkan kerugian lingkungan hidup di nonkawasan hutan seluas 95.017,313 hektare Rp47.703.441.991.650 (Rp47,7 triliun). Lalu, ditambah nilai kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam Kawasan hutan dengan luas 75.345,751 hektare adalah sebesar Rp223.366.246.027.050 (Rp223,3 triliun). 

“Karena itu, kerugian lingkungan pada lahan nonkawasan hutan seluas 95.017,313 hektare dan pada kawasan hutan seluas 75.345,751 hektare dengan total luas area 170.363,064 hektare adalah sebesar Rp271.069.688.018.700 (Rp 271 triliun)," ujar jaksa dalam dakwaannya terhadap para terdakwa kasus ini.

Jaksa Penuntut Umum mencatat jumlah itu terbagi dalam:

  1. Biaya Kerugian Lingkungan (ekologis) Rp183.703.234.398.100 (Rp 183 triliun)
  2. Biaya Kerugian Ekonomi Lingkungan Rp75.479.370.880.000 (Rp 75,4 triliun)
  3. Biaya Pemulihan Lingkungan Rp11.887.082.740.060 (Rp 11,8 triliun)

Dalam dakwa JPU, dan putusan majelis hakim, dinyatakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun. Kerugian itu termasuk unsur kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal yang mencapai Rp271 triliun.