Lantas, apa langkah strategis untuk menuju ESG yang relevan? Agar ESG menjadi lebih dari sekadar slogan, maka diperlukan reformasi mendasar.

Indonesia memiliki peluang strategis untuk memimpin di tingkat regional. Bagaimana kiatnya? Dengan menyusun kerangka ESG yang sesuai dengan konteks lokal namun tetap selaras dengan standar internasional. ESG tidak boleh hanya berbicara dalam bahasa global investor, melainkan juga harus menyentuh realitas sosial dan lingkungan di tanah air.

Selanjutnya, audit independen wajib dijadikan prasyarat dalam setiap penilaian ESG. Validasi eksternal oleh lembaga yang kredibel akan memperkuat integritas data dan menutup ruang manipulasi. Tidak cukup bagi perusahaan untuk menyatakan “kami peduli lingkungan”, namun mereka harus membuktikannya lewat data yang diverifikasi.

Pemerintah pun harus hadir lebih aktif, bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga insentivator. Artinya, pemerintah dapat memberikan insentif pajak, akses pembiayaan dan/atau preferensi tender dapat diberikan kepada perusahaan dengan ESG Rating tinggi yang terbukti berdampak.

Perlu pula ada sanksi bagi pelaku greenwashing untuk menjaga kepercayaan publik. Hal yang tidak kalah penting adalah memperluas ruang partisipasi bagi masyarakat sipil.

Sejatinya, ESG tak hanya urusan investor, tetapi berkaitan langsung dengan kehidupan publik: kualitas udara, hak pegawai dan keberlanjutan sumber daya. Tanpa partisipasi sosial yang aktif, ESG akan kehilangan makna transformasinya.

Jangan sampai ESG justru menjadi kemasan hijau mahal yang membungkus praktik lama dengan narasi baru. Hindari agar ESG tak menjadi ilusi korporasi yang menyesatkan publik dan melemahkan asa akan perubahan sejati. Karena itu, dibutuhkan segera reformasi nyata dan pengawasan ketat!