Menakar “Indonesia Gelap”: Perspektif Ekonomi dan Politik

ilustrasi grafik penguatan saham. dok/istimewa
Program MBG dapat menjadi salah satu pendorong utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% dengan melibatkan UMKM, koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Berikut beberapa poin utama bagaimana program ini dapat berkontribusi:
- Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing SDM
- Asupan gizi yang cukup meningkatkan kesehatan dan konsentrasi masyarakat, terutama bagi anak-anak dan pekerja produktif.
- Mengurangi angka stunting dan malnutrisi yang dapat berdampak jangka panjang pada produktivitas tenaga kerja.
- Menggerakkan Rantai Pasok Lokal
- Sumber bahan baku berasal dari UMKM pangan, koperasi petani, dan BUMDes, sehingga memperkuat ekosistem ekonomi lokal.
- Memberdayakan petani, peternak, dan nelayan sebagai penyedia bahan makanan dengan skema harga yang lebih adil.
- Menciptakan Lapangan Kerja Baru
- Keterlibatan UMKM kuliner sebagai penyedia makanan siap saji membuka peluang usaha baru.
- Peluang kerja bagi tenaga logistik, distribusi, dan tenaga masak di berbagai daerah.
- Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, saat ini sudah ada 1.000 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bertugas melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). “Saat ini, layanan SPPG telah menjangkau sekitar 3 juta penerima manfaat, dan targetnya di akhir tahun bisa mencapai 82,9 juta," ujar Dadan saat menghadiri acara Launching SPPG Polri di Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).
- Memperkuat Koperasi dan BUMDes sebagai Penggerak Ekonomi Daerah
- Koperasi dan BUMDes dapat berperan dalam pengelolaan dapur komunitas dan distribusi makanan.
- Meningkatkan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat desa dalam ekosistem industri pangan.
- Efek Multiplier terhadap Pertumbuhan Ekonomi
- Dengan meningkatnya daya beli masyarakat akibat pengurangan pengeluaran untuk makanan bergizi, konsumsi sektor lain dapat terdorong.
- Perputaran uang di sektor riil meningkat, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Jika dikelola dengan sistem yang baik dan berkelanjutan, program ini tidak hanya menjadi jaring pengaman sosial, tetapi juga alat percepatan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Kesimpulan
Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ditandai dengan upaya transformasi ekonomi melalui Prabowonomics, yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta produktivitas nasional. Namun, tantangan seperti penurunan realisasi penerimaan pajak hingga Maret 2025 memaksa pemerintah untuk meningkatkan efisiensi belanja serta memperkuat basis pajak domestik guna menjaga stabilitas fiskal. Di sisi eksternal, The Fed mempertahankan suku bunga di 4,5% untuk kedua kalinya secara berturut-turut setelah tiga kali penurunan sejak September 2024. Keputusan ini mencerminkan kehati-hatian bank sentral AS dalam menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan inflasi inti, yang sebagian disebabkan oleh kebijakan tarif baru AS dan potensi aksi balasan dari negara mitra dagangnya. Dampak dari kebijakan ini sangat terasa pada pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, karena memperkuat dolar AS dan meningkatkan arus keluar modal (capital outflow).
Akibatnya, pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan yang semakin besar, tercermin dalam pelemahan IHSG sepanjang triwulan pertama 2025. Sektor-sektor perbankan, ritel, komoditas, properti, dan teknologi mengalami koreksi signifikan akibat kombinasi faktor eksternal dan domestik. Pasar properti dan ritel terpukul oleh melemahnya daya beli, sementara sektor perbankan menghadapi tekanan likuiditas yang lebih ketat. Sementara itu, harga komoditas utama seperti batu bara dan minyak sawit (CPO) mengalami fluktuasi karena ketidakpastian global, yang berimbas pada pendapatan ekspor Indonesia.
Di tengah kondisi ini, Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuannya sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar global dan kebutuhan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, langkah ini juga membatasi ruang ekspansi kredit di sektor riil, yang berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, peran stimulus fiskal menjadi krusial untuk menopang perekonomian domestik, termasuk dalam bentuk insentif pajak bagi industri strategis, program bantuan sosial yang ditargetkan secara lebih efisien, serta percepatan belanja infrastruktur.
Dengan kombinasi kebijakan yang tepat—stabilitas moneter, stimulus fiskal yang lebih agresif, serta reformasi struktural yang dipercepat—Indonesia berpotensi mengalami pemulihan ekonomi pada 2025–2026. Pemerintah harus mengoptimalkan belanja infrastruktur strategis, insentif investasi, serta reformasi perpajakan guna memperkuat daya saing ekonomi domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap dana asing.
Jika Indonesia berhasil menavigasi turbulensi ekonomi ini, faktor-faktor seperti ketahanan pasar domestik, percepatan ekonomi digital, serta keunggulan sumber daya alam dapat menjadi katalis utama dalam mendorong kemakmuran jangka panjang. Namun, kegagalan dalam bertindak cepat terhadap reformasi kebijakan—terutama dalam penciptaan lapangan kerja, stabilisasi nilai tukar, serta peningkatan produktivitas industri—dapat memperpanjang ketidakstabilan pasar serta memperlambat laju pertumbuhan ekonomi ke depan.
Related News

Lakukan Hal Ini Ketika IHSG dan Saham-Saham Turun Terus

IHSG Tertekan, Investor Wait and See di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Mengapa Investor Pemula Harus Mempelajari Analisa Fundamental di 2025?

Indonesia Gelap! IHSG Ambles dan Trading Halt Diberlakukan Lagi

Begini Strategi Investasi Terbaik di Tengah Volatilitas IHSG

Harga Saham Turun, Ini Cara Warren Buffett Menyikapinya!